Selasa 24 Jun 2025 17:11 WIB

HIPPI Soroti Sejumlah Catatan Perbaikan untuk Program MBG

BGN didorong susun pedoman rasa MBG yang pertimbangkan kekayaan kuliner lokal.

Siswa menunjukan menunjukan Makanan Bergizi Gratis (MBG) di salah satu sekolah negeri di Jakarta.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Siswa menunjukan menunjukan Makanan Bergizi Gratis (MBG) di salah satu sekolah negeri di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Jakarta Selatan menyatakan dukungannya terhadap pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas Presiden Prabowo Subianto sebagai bagian dari upaya mencetak generasi Indonesia Emas 2045. Namun, HIPPI menilai sejumlah aspek teknis di lapangan perlu segera diperbaiki agar program ini tepat sasaran, berkelanjutan, dan optimal dalam memberi manfaat.

“Dukungan kami bukan sekadar pada visinya, tetapi juga pada pelaksanaannya agar program MBG benar-benar bermanfaat bagi anak-anak Indonesia. Kami ingin memperkuat fondasi pelaksanaan, bukan sekadar mengkritisi,” ujar Ketua Umum DPC HIPPI Jakarta Selatan, Azka Aufary Ramli, dikutip dari siaran pers, Selasa (24/6/2025).

Baca Juga

Salah satu sorotan utama HIPPI adalah soal rasa makanan yang kerap kurang sesuai dengan selera anak-anak di berbagai daerah, meskipun secara gizi sudah memenuhi standar. “Banyak laporan dari daerah, makanan yang disajikan memang bergizi, namun sering tersisa karena rasanya kurang cocok. Ini tentu berdampak pada efektivitas penyerapan gizi dan berpotensi menimbulkan pemborosan anggaran,” kata Azka.

HIPPI mendorong Badan Gizi Nasional (BGN) untuk menyusun pedoman rasa yang mempertimbangkan kekayaan kuliner lokal. “Makanan sehat tidak harus hambar. Menu-menu tradisional seperti ikan kuah kuning Maluku, coto Makassar, atau sayur asem Jawa Barat bisa diolah agar anak-anak makan dengan lahap,” ujar Azka.

Dari sisi teknis pengolahan, HIPPI menilai perlunya standarisasi metode memasak di dapur-dapur MBG. Menurut Kepala Badan Otonom F&B HIPPI Jakarta Selatan, Regan Yapwito, perbedaan teknik masak bisa memengaruhi kandungan gizi dan cita rasa.

“Tanpa standar yang jelas, bisa terjadi ketimpangan hasil antar dapur. Diperlukan pelatihan teknis, manual pengolahan yang terstandardisasi, namun tetap mengakomodasi kearifan lokal,” ujar Regan.

Selain itu, HIPPI juga menggarisbawahi pentingnya penerapan standar keamanan pangan berbasis HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) dalam setiap tahapan produksi, pengemasan, hingga distribusi makanan. “Memberi makan anak-anak Indonesia adalah tugas mulia, tapi memastikan keamanannya adalah tanggung jawab yang tak bisa dikompromikan,” kata Azka.

HIPPI juga mengusulkan pemanfaatan teknologi modern, seperti dapur pintar berbasis IoT, mesin autoclave, dan retort, guna menjaga kualitas makanan, memperpanjang masa simpan, dan meningkatkan efisiensi, terutama di daerah terpencil. Tak hanya itu, HIPPI mendorong pemerintah memberikan insentif bagi UMKM dan pelaku usaha di sektor inovasi pangan lokal agar bisa turut berkontribusi dalam mendukung keberhasilan program MBG.

“Program ini bukan sekadar soal anggaran. Keberhasilannya ditentukan oleh perencanaan menu, metode pengolahan, pelibatan pelaku lokal, dan adaptasi pada selera masyarakat. Makanan bergizi harus enak, agar anak-anak makan dengan senang hati,” kata Azka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement