Senin 16 Jun 2025 12:29 WIB

Desentralisasi Pendidikan dan Jalan Terjal Bahasa Inggris: Tantangan dan Harapan dari Ujung Negeri

Hanya 32 persen guru bahasa Inggris di sekolah menengah wilayah 3T.

Desentralisasi Pendidikan
Foto: UBSI
Desentralisasi Pendidikan

Oleh: Retno Rahayuningsihm, Dosen Prodi Bahasa Inggris Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- “Setiap anak Indonesia berhak atas kualitas pendidikan yang sama, termasuk penguasaan Bahasa Inggris sebagai bahasa global.” – Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto

Dalam wajah Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, desentralisasi pendidikan hadir sebagai langkah strategis agar tiap daerah dapat merumuskan kebijakan pendidikan sesuai dengan kebutuhan lokalnya.

Namun, kenyataan yang terjadi justru memperlihatkan jurang yang makin melebar: akses dan kualitas pendidikan yang tidak merata, terutama dalam hal pengajaran bahasa Inggris di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).

Bahasa Inggris bukan sekadar pelajaran rutin di kelas. Ia jembatan menuju dunia global, pengetahuan lintas batas, serta prasyarat mutlak di dunia kerja yang kompetitif. Namun sayang, ribuan anak Indonesia di ujung negeri harus menempuh jalan berliku hanya untuk mengeja satu kalimat berbahasa asing dengan benar.

Data Balitbang Kemdikbud (2022) menyebutkan, hanya 32 persen guru bahasa Inggris di sekolah menengah wilayah 3T yang memiliki latar belakang pendidikan relevan.

Bahkan lebih dari 60 persen guru belum pernah mengikuti pelatihan pedagogi bahasa Inggris dalam tiga tahun terakhir. Sementara riset SMERU (2021) menunjukkan hanya 25 persen sekolah di daerah terpencil yang memiliki perangkat digital memadai.

Empat Luka Pendidikan Bahasa Inggris di Pelosok

Pertama , minimnya guru kompeten yang menguasai metodologi modern dan bahasa secara fungsional menjadikan pembelajaran tidak optimal. Banyak guru di daerah harus “merangkap” tanpa latar belakang yang sesuai.

Kedua, pelatihan yang nyaris absen, membuat para pendidik tertinggal dari perkembangan kurikulum dan teknologi.

Ketiga, ketersediaan bahan ajar yang tidak merata, termasuk kurangnya buku dan media pembelajaran digital berbasis konteks lokal, membuat pengajaran menjadi monoton dan tidak membekas.

Keempat, akses digital yang timpang, menutup peluang siswa untuk mengakses video pembelajaran, aplikasi, dan materi daring yang kini jadi bagian utama pembelajaran modern.

Solusi Inovatif Menuju Pemerataan

Menyikapi tantangan ini, desentralisasi harus ditopang strategi nasional yang kolaboratif dan inovatif. Berikut lima langkah konkret yang layak dipertimbangkan:

1.Pelatihan Intensif dan Skema Master-Trainer

Setiap provinsi memiliki ‘lokomotif’ pelatihan—trainer utama yang diberdayakan oleh Kemendikbud, perguruan tinggi, dan mitra global.

2.English Corner di Sekolah-Sekolah

Sebuah ruang kecil namun berdampak besar. Lengkap dengan laptop, buku, dan perangkat lunak interaktif yang mendorong siswa berbicara dan berpikir dalam bahasa Inggris.

3.Papan Bilingual di Ruang Publik

Cara sederhana untuk mendekatkan bahasa asing ke kehidupan sehari-hari masyarakat—di halte, kantor kelurahan, hingga taman desa.

4.Insentif Guru dan Dana Dekonsentrasi Pendidikan

Pemerintah pusat wajib menyediakan insentif layak bagi guru yang mengabdi di pelosok, serta memastikan anggaran pendidikan daerah digunakan tepat sasaran.

5.Mobile English Lab dan Aplikasi Offline

Kendaraan keliling yang membawa fasilitas pembelajaran Bahasa Inggris ke sekolah terpencil, serta aplikasi belajar yang dapat digunakan tanpa koneksi internet.

Mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045

Pemerataan pembelajaran bahasa Inggris bukan hanya soal angka statistik, tetapi keberpihakan terhadap masa depan anak bangsa.

Jika desentralisasi dijalankan dengan sinergi pusat-daerah, berlandaskan semangat kolaborasi dan keberanian berinovasi, maka anak-anak dari Rote hingga Merauke akan berdiri sejajar di panggung dunia.

Tak cukup hanya wacana, kini saatnya tindakan nyata. Mari kita robek sekat ketimpangan pendidikan dan bangun jembatan emas menuju Indonesia yang adil, cakap, dan siap bersaing secara global.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement