Rabu 04 Jun 2025 14:33 WIB

Soal Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi di Jabar, Ini Sentilan Wamendikdasmen untuk Dedi Mulyadi

Wamendikdasmen mengingatkan aturan dan syarat-syarat yang harus dipertimbangkan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Mas Alamil Huda
Sejumlah siswa SDN Panaruban menyeberangi sungai Cicadas menggunakan rakit di Desa Karanganyar, Cililin, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Selasa (27/5/2025). Sejumlah siswa dan warga dari Kampung Sampora serta Kampung Cijigud sejak tahun 1984 untuk sekolah atau mengakses pelayanan publik terpaksa menyeberangi sungai Cicadas menggunakan rakit guna memangkas waktu perjalanan menjadi 10 menit dibandingkan dengan jalur darat yang mencapai satu jam.
Foto: ANTARA FOTO/Abdan Syakura
Sejumlah siswa SDN Panaruban menyeberangi sungai Cicadas menggunakan rakit di Desa Karanganyar, Cililin, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Selasa (27/5/2025). Sejumlah siswa dan warga dari Kampung Sampora serta Kampung Cijigud sejak tahun 1984 untuk sekolah atau mengakses pelayanan publik terpaksa menyeberangi sungai Cicadas menggunakan rakit guna memangkas waktu perjalanan menjadi 10 menit dibandingkan dengan jalur darat yang mencapai satu jam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Atip Latipulhayat angkat bicara mengenai kebijakan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi yang memberlakukan masuk sekolah lebih pagi. Prof Atip memberi sejumlah masukan terkait program itu. 

Atip menjelaskan, lamanya hari sekolah dan jam belajar sudah ada ketentuannya yaitu 8 jam dalam satu hari atau 40 jam selama 5 hari dalam satu pekan. Dalam ketentuan ini sudah termasuk waktu istirahat selama 0,5 jam dalam satu hari. Ketentuan ini tidak berlaku bagi siswa atau peserta didik TK/TKLB/RA atau sederajat pada sekolah keagamaan lainnya. Demikian juga untuk peserta didik berkebutuhan khusus dapat menyesuaikan dengan jenis kekhususannya. 

Baca Juga

"Jadi pengaturan mengenai hari belajar itu bisa 5 atau 6 hari sepanjang memenuhi jumlah 40 jam dalam satu pekan," kata Atip kepada Republika, Rabu (4/6/2025). 

Atip pada prinsipnya tidak menentang pengaturan jam belajar yang dilakukan lebih awal dari praktik selama ini misalnya dimulai jam 06.30. Menurutnya, hal tersebut dapat dilakukan sepanjang memenuhi jumlah jam belajar dalam satu pekan yaitu 40 jam. 

"Namun, harus memperhatikan aturan dan syarat-syaratnya. Harus mempertimbangkan sumber daya sekolah, akses transportasi, dan aspek-aspek lainnya seperti keselamatan dan keamanan," ujar Atip. 

Dalam hal ini, Atip menekankan pemerintah pusat dan daerah sesuai dengan kewenangannya wajib menjamin terpenuhinya syarat dan ketentuan tersebut. 

"Masyarakat penyelenggara pendidikan atau sekolah yang diselenggarakan oleh swasta wajib memberikan jaminan yang sama," lanjut Atip. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement