REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) berperan aktif dalam pemberantasan praktik judi online melalui penyederhanaan jalur koneksi internet dan sistem penyaringan untuk konten-konten ilegal.
Ketua Umum APJII Muhammad Arif Angga mengatakan pihaknya mengambil kebijakan untuk mengatur ulang jalur koneksi internet agar lebih mudah diawasi. APJII mewajibkan Penyelenggara Jasa Internet (Internet Service Provider/ISP) untuk menghubungkan jaringannya ke Network Access Point (NAP).
"Jadi tidak boleh ISP untuk terkoneksi langsung ke luar negeri, harus via NAP tertentu agar trafiknya itu bisa lebih gampang di-monitoring," kata dia dalam diskusi bersama media di Jakarta, Kamis.
Kemudian, NAP ini terhubung dengan Indonesia Internet Exchange (IIX) sebagai infrastruktur yang memungkinkan pertukaran lalu lintas data antar penyedia layanan internet (ISP). Di IIX, APJII menyematkan sistem penyaringan konten yang berfungsi untuk memblokir konten-konten ilegal.
"Ini berdasarkan list yang dikasih oleh Komdigi. Misalnya Komdigi ngasih ke APJII ada 10 ribu situs yang harus diblokir kalau lewat IIX, nanti nambah lagi (daftar kontennya). Jadi kalau Komdigi yang kasih filtering, kita berdasarkan itu aja karena kita tidak ada sistem crawling-nya," ujar Arif.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat perputaran uang dalam tindak pidana judi online berhasil ditekan pada kuartal pertama 2025.
Selama periode Januari hingga Maret 2025, perputaran uang dalam aktivitas judi online tercatat mencapai Rp47 triliun atau jauh lebih rendah dibandingkan pada kurun yang sama tahun 2024, yang tercatat Rp90 triliun.
Selain perputaran uang hasil judi online, PPATK juga mencatatkan jumlah transaksi judi online pada kuartal pertama 2025 atau periode Januari–Maret 2025 adalah sebanyak 39.818.000 transaksi.