Kamis 08 May 2025 20:29 WIB

RUU Sisdiknas, Anggota DPR: Ada Kesenjangan yang Harus Dipersempit

Komisi X: Program wajib belajar 13 tahun akan diatur di RUU Sisdiknas.

Sejumlah murid SD mengikuti Apel pagi hari pertama masuk sekolah di SD Negeri Inpres Vim 3 Kotaraja, Abepura, Kota Jayapura, Papua, Senin (18/7/2022). Pada tahun ajaran baru 2022/2023, pemerintah setempat memberlakukan pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 persen dengan menerapakan protokol kesehatan salah satunya wajib memakai masker saat belajar dalam kelas.
Foto: ANTARA/Sakti Karuru
Sejumlah murid SD mengikuti Apel pagi hari pertama masuk sekolah di SD Negeri Inpres Vim 3 Kotaraja, Abepura, Kota Jayapura, Papua, Senin (18/7/2022). Pada tahun ajaran baru 2022/2023, pemerintah setempat memberlakukan pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 persen dengan menerapakan protokol kesehatan salah satunya wajib memakai masker saat belajar dalam kelas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian mengatakan bahwa program wajib belajar 13 tahun akan diatur dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas).

"Saat ini, rata-rata lama sekolah di Indonesia baru mencapai 8, 9 tahun atau setara dengan kelas tiga SMP. Sementara itu, angka harapan lama sekolah sudah mencapai 13, 21 tahun," kata Hetifah dikutip dari keterangan tertulisnya, Kamis.

Baca Juga

Hetifah menyampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panitia Kerja (Panja) RUU Sisdiknas bersama sejumlah pejabat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi serta pemangku kepentingan bidang pendidikan anak usia dini (PAUD) di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (6/5).

"Jadi, ada kesenjangan yang perlu kita upayakan untuk dipersempit. Kami di Komisi X DPR RI mendorong penerapan wajib belajar 13 tahun yang dimulai dari jenjang PAUD, di mana setiap anak wajib mengikuti pendidikan PAUD," lanjut Hetifah.

Dalam forum tersebut, ia juga menjelaskan bahwa Panja RUU Sisdiknas menerima berbagai masukan, diantaranya perlunya pengelolaan PAUD yang lebih terstruktur.

Beberapa poin yang diusulkan meliputi sistem perizinan tunggal untuk multilayanan PAUD, penguatan kualifikasi, perlindungan, dan kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan (GTK), perluasan akses di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).

Berikutnya, kelompok marginal serta anak berkebutuhan khusus (ABK), penerapan standar mutu layanan, optimalisasi peran dan komitmen pemerintah daerah dalam hal penganggaran dan perizinan serta penghapusan dikotomi antara PAUD formal dan nonformal.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement