REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam sistem hukum kehutanan nasional, pengukuhan kawasan hutan harus melalui empat tahapan, yaitu penunjukan, penataan batas, pemetaan, dan penetapan. Tanpa melalui tahapan akhir berupa penetapan oleh pemerintah, kawasan hutan tidak dapat diklaim sah menurut hukum.
"Banyak yang salah kaprah menganggap peta penunjukan sebagai peta hukum. Padahal, dalam kerangka hukum positif, penetapan adalah satu-satunya bentuk legalitas kawasan hutan yang diakui secara konstitutif," kata peneliti di Pusat Studi dan Advokasi Hukum Sumber Daya Alam (Pustaka Alam), Muhamad Zainal Arifin kepada awak media di Jakarta, Sabtu (3/5/2025).
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 45/PUU-IX/2011 telah menjadi tonggak penting dalam sejarah hukum kehutanan Indonesia. Dalam putusan tersebut, MK secara tegas menyatakan, penunjukan kawasan hutan tidak memiliki kekuatan hukum yang konstitutif untuk menjadikan suatu wilayah sebagai kawasan hutan secara sah.
Namun, hingga kini, masih banyak pemangku kepentingan yang belum memahami atau bahkan menolak implikasi dari putusan tersebut. Putusan MK sekaligus memperkuat prinsip itu dengan menyatakan, tanpa proses penetapan, wilayah yang hanya didasarkan pada SK Penunjukan Kawasan Hutan belum dapat dinyatakan sebagai kawasan hutan secara hukum.
"Penunjukan kawasan hutan oleh pemerintah sifatnya hanya deklaratif, bukan konstitutif. Ini berarti, selama belum dilakukan penetapan kawasan hutan secara sah sesuai prosedur yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, status hukum wilayah tersebut belum final," ucap Zainal.
Saat ini, Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) telah menyita lebih dari sejuta hektare lahan sawit yang dianggap ilegal dan masuk kawasan hutan. Lahan itu tersebar di sembilan provinsi, 64 kabupaten, dan milik 369 perusahaan. Bahkan, ada sejumlah lahan sawit yang sudah mengantongi hak guna usaha (HGU) juga turut disita.
Hal tersebut kemudian menimbulkan pertanyaan, terutama pelaku usaha sektor sawit yang lahannya diklaim masuk kawasan hutan. Padahal, kawasan hutan yang dijadikan dasar Satgas PKH untuk tugasnya diduga menggunakan data Kementerian Kehutanan yang belum ditetapkan.