REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA –Sejumlah guru dan akademisi menandatangi petisi tolak pemerasan dan intimidasi yang dilakukan oleh pihak mana pun. Termasuk, oleh oknum LSM maupun Ormas.
Para pendidik berharap mendapat dukungan perlindungan para penegak hukum dan institusi terkait sehingga mampu menunaikan tugas mendidik generasi bangsa yang berkualitas dan bermutu.
Kasubag TU Sudin Pendidikan Jakut II Mukhairi mengatakan semua sekolah yang ada pasti sudah pernah bertemu dengan LSM yang mempertanyakan banyak hal. Karena itu ia menghimbau agar informasi Rencana Kerja Sekolah (RKS) dipublikasi secara terbuka kepada masyarakat.
Ia menjelaskan mengelola sekolah merupakan hal yang tidak mudah. Termasuk dalam hal pengadaan atau pembelianya memiliki dasar aturan yang jelas.
Mukhairi juga mengimbau kepala sekolah untuk bersinergi dengan jajarannya.
“Dibuka saja RKS. Kalau sama-sama tahu bisa sama sama membangun sekolah. Kita tidak ada ruginya kalau RKS disusun bersama,” ujarnya dalam diskusi publik memperingati Hari Pendidikan Nasional 2025 yang digelar oleh Persatuan Guru Republik Indonesia dan Lembaga Bantuan Hukum Masjid Al Mukarromah.
Ruswan, Ketua PGRI Jakut memastikan LBH PGRI akan memberi perlindungan hukum terhadap guru dalam menghadapi setiap persoalan. Namun Ia menghimbau agar para pemimpin di institusi pendidikan harus mengetahui terlebih dahlu karakter anak buahnya dan tidak mengandalkan ego semata.
Hal ini tentunya akan membuat program program yang disusun tidak berjalan sesuai harapan.
“Timbul permasalahan. Cerita ke tetangga yang ternyata tetangganya LSM. Akhirnya hal itu sampai keluar. Kami dari PGRI kalau guru ada permasalahan terkait kinerja kami bela, asalkan bukan masalah politik,” imbuhnya.
Praktisi hukum yang juga Ketua Ikatan Alumni Fakultas Hukum (Untag) Jakarta, Ramdansyah menghimbau kepada seluruh institusi pendidikan agar tidak menutup-nutupi informasi yang menjadi hak publik.
Namun ia menyarankan untuk menolak LSM atau insan pers yang datang ke sekolah dengan tujuan mendapatkan hal yang sifatnya materiil.
“Jika berkaitan dengan informasi publik, berikan, seperti saat wartawan datang ingin mengetahui tentang KJP. Tapi kalo sifatnya sudah memeras, laporkan saja ke polisi,” jelasnya.
Agung Suprio, mantan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengatakan media harus teregister di dewan pers. Meski diakui ada oknum oknum media yang motif utamanya bukan mencadi informasi.
"Kalau sudah teregister kita bisa mengadu ke dewan pers. Kami dulu di KPI, kalau ada pengaduan kami lakukan mediasi dengan lembaga penyiaran untuk memberitakan ulang dengan narasumber yang kompeten,” imbuh Agung.
Kanit Reskrim Polsek Koja
AKP Alexandra memastikan akan memproses setiap dugaan pemerasan yang dilakukan siapa saja termasuk LSM, ormas, maupun wartawan. Ia menghimbau kepada siapapun untuk tidak ragu melaporkannya kepada pihak kepolisian.