REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) pada Rabu memperingatkan bahwa perintah penutupan yang dikeluarkan Israel bagi enam sekolah yang dikelola PBB di Yerusalem Timur merampas hak sekitar 800 siswa Palestina atas pendidikan.
"Perintah ini melanggar kewajiban Israel mentaati hukum internasional," menurut pernyataan UNRWA.
Pada Selasa, delegasi bersama dari 12 mitra UNRWA mengunjungi kamp sebagai dukungan internasional yang menentang perintah penutupan oleh Israel dan mendengar langsung dari para siswa, orangtua, dan anggota staf mengenai situasi tersebut.
“Sekolah-sekolah UNRWA di Shu’fat telah menjadi bagian dari struktur sosial kamp selama beberapa dekade, yang memungkinkan anak-anak menikmati pendidikan berkualitas tinggi di dekat rumah mereka,” kata badan PBB tersebut.
“Anak-anak perempuan kini takut bahwa impian mereka untuk menjadi dokter atau ilmuwan akan sirna jika mereka kehilangan akses terhadap pendidikan.” lanjut badan itu.
Pihak berwenang Israel memerintahkan sekolah-sekolah di kamp pengungsi Shu’fat untuk ditutup paling lambat 8 Mei, dengan alasan tidak memiliki izin. Berdasarkan perintah tersebut, tidak seorang pun akan diizinkan masuk ke sekolah, termasuk kepala sekolah, guru, dan staf lainnya.
Penutupan tersebut dianggap sebagai bagian dari serangan Tel Aviv yang lebih luas terhadap UNRWA dan mandatnya untuk melayani pengungsi Palestina.
Pada Oktober 2024, Knesset (parlemen) Israel mengesahkan dua undang-undang yang melarang operasi UNRWA di Israel dan wilayah yang didudukinya, serta melarang otoritas Israel melakukan kontak apa pun dengan badan tersebut. Undang-undang itu mulai berlaku pada 30 Januari.