REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Eksepsi yang diajukan Aipda Robig Zaenudin, terdakwa kasus penembakan tiga siswa SMKN 4 Semarang, ditolak majelis hakim, Selasa (29/4/2025). Dengan ditolaknya eksepsi, persidangan terhadap perkara tersebut akan berlanjut.
"Memperhatikan Pasal 143 ayat (2), ayat (3), Pasal 156 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, mengadili, satu: menyatakan eksepsi penasihat hukum terdakwa Robig Zaenudin bin Mulyono tidak dapat diterima," kata Hakim Ketua Mira Sendangsari saat membacakan putusan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Semarang, Jawa Tengah, Selasa (29/4/2025).
Dalam putusannya, Hakim Mira meminta jaksa penuntut umum (JPU) melanjutkan pemeriksaan perkara kasus penembakan Aipda Robig. Sidang bakal dilanjutkan pada Senin (5/5/2025) dengan agenda mendengarkan keterangan saksi yang dihadrikan JPU.
Seusai persidangan, awak media berupaya meminta tanggapan Aipda Robig perihal putusan majelis hakim yang menolak eksepsinya. Namun Robig membisu dan tak menyampaikan komentar apapun.
Kuasa hukum Aipda Robig, Bayu Arif, mengungkapkan, dia menerima keputusan majelis hakim menolak eksepsi kliennya. Namun dia turut menyoroti pemaparan majelis hakim di balik penolakan eksepsi Aipda Robig.
"Tadi majelis hakim membacakan bahwa poin-poin dari dakwaan nomor 7, 8, 9, 10, sampai 11 kalau saya tidak salah ingat. Sebagaimana kami memegang dakwaan, di dalam surat dakwaan itu tidak ada nomor 7 sampai 11. Tapi kami tetap menghormati proses hukum," kata Bayu.
Menurutnya, diterima atau ditolaknya suatu eksepsi merupakan hal wajar dalam persidangan. "Tentunya kami akan menyiapkan pembelaan lebih lanjut terhadap klien kami," ujarnya.
Permintaan JPU
Dalam persidangan sebelumnya yang digelar 22 April 2025 lalu, JPU Sateno meminta majelis hakim menolak eksepsi yang diajukan kuasa hukum Aipda Robig Zaenudin. Permintaan tersebut disampaikan setelah Sateno menampik poin-poin eksepsi kuasa hukum Aipda Robig.
Poin eksepsi pertama yakni tentang dakwaan kombinasi yang tidak mudah dipahami Aipda Robig selaku terdakwa. Sateno menjelaskan, berdasarkan Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 1585 K/Pid/1991, MA menegaskan bahwa surat dakwaan boleh disusun secara alternatif, subsidier, kumulatif atau kombinasi, asalkan tidak menimbulkan ketidakjelasan bagi terdakwa.
Sateno juga merespons pokok eksepsi kuasa hukum Aipda Robig yang menyebut dakwaan tidak jelas, lengkap, dan cermat. Kuasa hukum Aipda Robig menghendaki agar dakwaan harus secara jelas membedakan masing-masing perbuatan dan unsur pasalnya serta menolak satu perbuatan dipidana dua kali.
Sateno menjelaskan, dakwaan kombinasi terhadap Aipda Robig disusun sesuai dengan perbuatan terdakwa. "Berdasarkan fakta perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa, bahwa surat dakwaan dalam perkara a quo dibuat secara kombinasi karena dalam fakta suatu perbuatan yang dilakukan oleh Robig Zaenudin bin Mulyono menimbulkan dua akibat, yaitu korban meninggal dunia dan korban luka, sehingga merupakan dua tindak pidana dalam suatu peristiwa pidana tersebut," kata Sateno dalam pemaparannya.
Dia menambahkan bahwa korban penembakan Aipda Robig adalah anak-anak. Oleh sebab itu, terdakwa turut dijerat pasal dalam Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak. "Sehingga susunan surat dakwaan yang dibuat oleh jaksa penuntut umum berbentuk kombinasi sudah tepat dan benar sesuai fakta perbuatan dan akibat perbuatan yang ditimbulkan oleh terdakwa," ucap Sateno.
Mengenai Aipda Robig yang merasa tidak jelas atas dakwaan terhadapnya, Sateno mengatakan hal itu menjadi tanggung jawab kuasa hukum terdakwa untuk menjelaskan kepada kliennya. Poin eksepsi lain yang disangkal Sateno adalah perihal kerancuan akibat diksi "Dikejar" dan "Kejar-kejaran" dalam rangkaian peristiwa penembakan oleh Aipda Robig pada Oktober 2024.
"Yang belum dipahami oleh terdakwa harus dibuktikan di persidangan siapa yang dikejar dan mengapa terjadi kejar-kejaran dengan menghadirkan para saksi di persidangan untuk membuktikan peristiwa tersebut karena hal ini sudah masuk materi pokok perkara dan dalam dakwaan sudah diuraikan," kata Sateno.