REPUBLIKA.CO.ID, KARANGANYAR -- Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah KH Tafsir menegaskan Muhammadiyah mendukung pemerintah serta siapapun yang memimpin pemerintahan namun tetap tidak mengurangi daya fikir yang kritis sesuai kondisi kebangsaan.
"Sebagai organisasi persyarikatan, Muhammadiyah memahami bahwa kekuasaan maupun politik di Indonesia, tidak bisa terlepas dari Muhammadiyah," kata Tafsir saat Silaturahim dan Halal Bihalal Kader Muhammadiyah Jawa Tengah di Pendopo Rumah Dinas Bupati Karanganyar di Karanganyar, Jateng, Sabtu sore.
Bahkan, lanjut dia, Nabi Muhammad SAW juga mematuhi kebijakan pemerintah yang berkuasa di Mekkah yang melarang beliau berhaji di tahun ke-6 Hijriyah. "Nabi memilih jalan untuk mencari dukungan politis, berkonsolidasi dengan berbagai pihak di Madinah, tempat beliau hijrah," ujar Tafsir.
Nabi Muhammad SAW membutuhkan waktu dua tahun mengumpulkan dukungan hingga di tahun ke-8 Hijriyah, dengan jumlah pendukung yang jauh lebih banyak dibanding penguasa Mekkah saat itu.
"Beliau membawa rombongan yang jumlahnya jauh lebih banyak dari penguasa Mekkah saat itu, dan akhirnya Nabi Muhammad SAW dapat menunaikan ibadah haji yang pertama dan terakhir," kata Tafsir.
Tafsir juga menyadari bahwa kader Muhammadiyah tersebar di berbagai sektor dan lini kehidupan sehingga ajang silaturahmi yang digelar Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Muhammadiyah Jateng itu dapat menjadi salah satu langkah untuk konsolidasi.
"Konsolidasi untuk kegiatan keumatan dan syiar Muhammadiyah khususnya di Jawa Tengah," katanya menegaskan.
Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Fajar Riza Ul Haq yang juga aktif di Muhammadiyah mengakui bahwa banyak kader Muhammadiyah berkiprah di berbagai lembaga strategis namun belum teridentifikasi dengan baik.