REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komnas HAM dari penelusuran dan investigasi yang dilakukan menemukan sedikitnya tujuh fakta terkait dengan kejahatan asusila yang dilakukan Fajar Widyadharma Lukman saat menjadi Kapolres Ngada, di Nusa Tenggara Timur (NTT). Komisioner Komnas HAM Uli Parulian Sihobing mengungkapkan, temuan pertama terkait dengan tindak pidana kekerasan seksual dan eksploitasi terhadap anak yang dilakukan Fajar melibatkan peran serta perantara.
“Dan dilakukan melalui aplikasi MiChat,” demikan temuan Uli selaku Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM melalui siaran pers, Jumat (28/3/2025).
Baca Juga
Kedua, perantara yang diandalkan oleh Fajar dalam mencari anak-anak sebagai korban kebejatannya adalah seseorang dengan inisial V. Selanjutnya V meminta seorang perempuan lainnya berinisial F yang berusia 20-an tahun untuk melayani Fajar.
“Perantara V meminta F untuk mengaku diri sebagai anak Sekolah Menengah Pertama (SMP) kepada Fajar,” kata Uli.
Ketiga, dari koneksi tersebut, Fajar selanjutnya meminta F untuk membawakan anak perempuan yang lebih muda. “Dengan alasan suka bermain dengan anak perempuan,” kata Uli.
Keempat, dari permintaan Fajar tersebut, selanjutnya F membawa anak perempuan yang masih berusia 6 tahun. “F membawa anak perempuan usia 6 tahun untuk bermain bersama Fajar,” kata Uli.
Akan tetapi, dikatakan F tak mengetahui perbuatan Fajar terhadap anak perempuan 6 tahun itu. “Tanpa diketahui oleh F, Fajar mencabuli dan merekam perbuatan asusila terhadap anak perempuan 6 tahun tersebut,” kata Uli.
Temuan kelima, Fajar merekam sendiri perbuatan bejatnya terhadap anak perempuan 6 tahun yang dibawa oleh F tersebut. Lalu Fajar menyebarluaskan perbuatan pencabulan terhadap anak perempuan 6 tahun tersebut atas dasar kesenangan.
“Video yang direkam dan disebarluaskan oleh Fajar dilakukan tanpa konsen korban anak 6 tahun dan dilakukan sebagai bentuk kesenangan karena berhasil mencabuli anak di bawah umur,” kata Uli.
Advertisement