Kamis 27 Mar 2025 17:39 WIB

Kemenhan Tegaskan Pertahanan Siber tidak Memata-matai Masyarakat Sipil

Masalah siber telah menjadi sebuah domain penting dalam operasi militer.

Kepala Biro Informasi Pertahanan Setjen Kemenhan, Brigjen Frega Wenas Ferdinand Inkiriwang.
Foto: Republika.co.id/Erik Purnama Putra
Kepala Biro Informasi Pertahanan Setjen Kemenhan, Brigjen Frega Wenas Ferdinand Inkiriwang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertahanan (Kemenhan) merespons isu kekhawatiran masyarakat atas tugas baru TNI yang bisa mengancam kebebasan berpendapat. Karo Infohan Setjen Kemenhan Brigjen Frega Wenas Ferdinand Inkiriwang memastikan, hal itu tidak benar.

Dia menyatakan, pertahanan siber yang dilakukan TNI tidak untuk memata-matai masyarakat sipil. "Kementerian Pertahanan memastikan tugas TNI jauh lebih luas dari itu karena sesuai amanah konstitusi fokusnya adalah pada penegakan kedaulatan, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa," ucap Frega di Jakarta, Kamis (27/3/2025).

Baca Juga

Menurut Frega, siber telah menjadi sebuah domain penting dalam operasi militer. Di lingkungan Angkatan Bersenjata Amerika Serikat, sambung dia, siber menjadi sebuah korps tersendiri sejak 2014. Bahkan, doktrin multidomain operations dan multidomain battle yang berkembang sejak tahun 2017, telah mengintegrasikan siber bersama ruang angkasa dengan darat, maritim, dan udara, serta diadopsi oleh banyak negara termasuk negara-negara NATO.

"Salah satu negara di kawasan, seperti Singapura, pun telah membentuk Angkatan Siber yang dinamai Digital and Intelligence Service," ucap Frega. Dia menyebut, perkembangan dan dinamika ancaman tersebutlah yang menjadikan urgensi bagi TNI untuk berperan menanggulangi ancaman siber karena bersinggungan dengan kedaulatan negara.

Oleh karena itu, menjadi sebuah urgensi untuk mencantumkan pertahanan siber sebagai bagian dari salah satu cara melaksanakan tugas Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Frega juga mengklarifikasi, pelibatan TNI dalam pertahanan siber adalah untuk menghadapi ancaman yang terkait dengan penegakan kedaulatan negara maupun keselamatan bangsa.

Dia mengimbau masyarakat tidak perlu khawatir dengan disahkannya revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang mencantumkan tugas pertahanan siber sebagai tugas dalam OMSP. "Karena merupakan penguatan profesionalisme TNI sehingga mampu menjalankan tugasnya dengan baik selaras dengan kepentingan dan keamanan nasional," kata Frega.

Apabila ada yang menyuarakan narasi bahwa operasi militer di ruang siber akan memberangus demokrasi karena membatasi kebebasan berpendapat, Frega memastikan, pendapat itu tidak benar sama sekali. "Sebagai negara demokrasi tentunya kebebasan berpendapat, termasuk menyampaikan kritik menjadi sebuah hal yang wajar," ucap Frega.

Dia menjelaskan, ancaman siber yang dihadapi oleh TNI nantinya bisa berupa serangan-serangan terhadap sistem pertahanan dan komando militer, seperti peretasan, sabotase digital, atau pencurian data strategis. Selain itu, juga ancaman terhadap infrastruktur kritis nasional, seperti serangan terhadap jaringan listrik, telekomunikasi, transportasi dan beberapa lainnya yang dapat berdampak pada stabilitas negara.

Bahkan, Frega melanjutkan, pertahanan siber nantinya juga akan menghadapi operasi informasi dan disinformasi dari pihak-pihak tertentu yang mengancam kedaulatan negara. Termasuk, di dalamnya yang memiliki motif untuk melemahkan kepercayaan publik terhadap institusi pertahanan dan pemerintah, hingga yang berpotensi memecah belah bangsa.

"Di samping itu, ancaman serangan siber dari aktor negara atau non-negara yang dapat berdampak pada keamanan nasional, baik dalam bentuk spionase maupun cyber warfare," ucap Frega.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement