REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto, Febri Diansyah, mengungkap kejanggalan dalam surat dakwaan yang diajukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kliennya. Kejanggalan pertama, menurutnya, penggunaan data yang salah dalam dakwaan Hasto.
Febri menyebut pada poin nomor 22, dakwaan KPK menyebutkan Nazarudin Kemas memperoleh suara nol dalam pemilihan legislatif. Padahal, fakta hukum yang telah diuji dalam putusan nomor 18 menunjukkan bahwa Nazarudin Kemas justru memperoleh suara terbanyak.
"Ini bertentangan dengan fakta yang ada dan menimbulkan kesan seolah-olah ada kepentingan lain di balik dakwaan ini," kata Febri dalam konferensi pers di Kantor DPP PDIP, Jakarta pada Rabu (12/3/2025).
Kedua, Febri menyinggung pertemuan tidak resmi yang diklaim KPK. Di poin nomor 23, dakwaan menyebutkan Hasto Kristiyanto pernah melakukan pertemuan tidak resmi dengan Wahyu Setiawan. Namun, fakta hukum dalam putusan nomor 28 yang mengadili Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio menyatakan pertemuan Hasto dengan KPU adalah pertemuan resmi saat rekapitulasi suara pada April dan Mei 2019.
"Tidak ada pertemuan tidak resmi seperti yang dituduhkan," ujar eks Juru Bicara KPK itu.
Ketiga, Febri menyebut tuduhan tanpa dasar tentang pemberian uang. Pada poin nomor 24, dakwaan menyatakan Hasto Kristiyanto menerima laporan dari Saiful Bahri dan menyetujui rencana pemberian uang kepada Wahyu Setiawan. Tapi, dalam putusan nomor 28 tidak ada fakta hukum yang menyebutkan hal tersebut.
"Ini adalah tuduhan yang tidak berdasar dan sudah diuji di persidangan sebelumnya," ucap Febri.
Keempat, Febri mengungkap sumber dana yang keliru. Di poin nomor 25, dakwaan menuduh Hasto Kristiyanto memberikan dana Rp 400 juta melalui Kusnadi kepada Donny Tri Istiqomah yang ujungnya diberikan kepada Wahyu Setiawan. Tetapi, putusan nomor 18 dengan terdakwa Saiful Bahri menyatakan sumber dana tersebut adalah Harun Masiku.
"Ini jelas sekali dalam putusan nomor 18, sumber dana bukan dari Hasto," ujar Febri.
Atas dasar itulah, Febri menegaskan adanya campur aduk antara fakta dan opini dalam dakwaan KPK. Tim hukum Hasto termasuk Febri akan mengawal proses persidangan yang akan dimulai pada 14 Maret 2025.
"Kami berharap proses persidangan ini dapat berjalan secara adil dan transparan, sehingga kebenaran yang sesungguhnya dapat terungkap," ucap Febri.
Diketahui, Hasto Kristiyanto dijadwalkan menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Jumat (14/3/2025). Adapun agenda sidang ialah pembacaan surat dakwaan dari jaksa penuntut umum (JPU).
Tercatat, berkas perkara Hasto teregister dengan nomor 36/Pid.Sus-TPK/2025/PN Jkt.Pst. Sidang nantinya bertempat di ruang Prof Dr H Muhammad Hatta Ali PN Jakpus.
KPK melimpahkan berkas perkara Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto ke jaksa penuntut umum (JPU) pada 6 Maret 2025. KPK menepis anggapan pelimpahan berkas perkara Hasto yang dianggap terburu-buru. Sehari hari berselang, KPK mengirim berkas Hasto ke PN Jakpus.
KPK menahan Hasto dalam pemeriksaan yang kedua kali setelah menjadi tersangka kasus dugaan suap dan merintangi penyidikan Harun Masiku. Hasto ditahan selama 20 hari terhitung mulai 20 Februari 2025 sampai dengan 11 Maret 2025 di cabang rumah tahanan negara dari Rumah Tahanan Negara Klas I Jakarta Timur.