REPUBLIKA.CO.ID, GOMA -- Pertempuran antara pasukan pemerintah dan pemberontak M23 di Republika Demokratik Kongo telah menewaskan setidaknya 700 orang dan melukai 2.800 lainnya dalam lima hari terakhir. PBB mengeluarkan seruan mendesak untuk mengakhiri kekerasan di wilayah timur Kongo.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), bersama mitra pemerintah, melakukan penilaian yang mengungkap dampak luar biasa dari konflik tersebut. Namun, para pejabat memperingatkan bahwa angka tersebut kemungkinan akan meningkat seiring dengan lebih banyak informasi yang dapat diperoleh.
Badan-badan PBB mendesak eskalasi kekerasan segera berakhir dengan memperingatkan kondisi yang kian memburuk di Goma, rumah bagi sekitar 3 juta orang. Program Pangan Dunia (WFP) telah memperingatkan tentang semakin menipisnya pasokan makanan, air bersih, dan sumber daya medis.
"Warga benar-benar kehabisan makanan, air bersih, dan persediaan medis, dan itu sangat mengkhawatirkan," kata Juru Bicara WFP, Shelley Thakral.
Krisis semakin diperparah oleh pelanggaran hak asasi manusia yang buruk. Setidaknya dua kamp pengungsi internal (IDP) telah dibom, menurut Kantor Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR). OHCHR juga mendokumentasikan ringkasan eksekusi terhadap setidaknya 12 orang oleh M23 pada 26-28 Januari.
Juru bicara OHCHR, Jeremy Laurence, memperingatkan bahwa eskalasi itu berisiko memperparah prevelensi kekerasan seksual yang telah menjadi masalah kronis di wilayah tersebut selama beberapa dekade. Komisioner Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Volker Turk, mendesak penghentian segera permusuhan dan kepatuhan terhadap hukum humaniter internasional, kata Laurence.
Sedangkan, Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) menyatakan keprihatinan terhadap ratusan ribu warga sipil yang terusir akibat kekerasan, banyak di antaranya sudah meninggalkan kampung halaman mereka.
"Dengan meningkatnya pertempuran yang mengkhawatirkan saat ini, situasi yang sudah mengerikan memburuk dengan sangat cepat,” ucap Direktur Jenderal IOM, Amy Pope, menekankan situasi yang semakin buruk.
Saat mengunjungi lokasi pengungsi internal di dekat Goma, Kantor Koordinasi Bantuan PBB (OCHA) melaporkan layanan air dan kesehatan masih beroperasi tetapi dalam kondisi mengenaskan. Tanpa intervensi mendesak, risiko wabah penyakit akan terus meningkat, peringatannya.
Kelompok pemberontak M23 melancarkan serangan besar pekan lalu di Goma. Kinshasa menuduh Rwanda mengirim pasukan untuk mendukung pemberontak. Rwanda membantah tuduhan tersebut, tetapi para pemimpin regional telah mendesak gencatan senjata segera karena puluhan orang telah tewas dan ratusan lainnya terluka.
Uganda juga dituduh mendukung pemberontak, namun klaim tersebut ditolak. Ribuan warga telah mengungsi, banyak yang melarikan diri ke Rwanda, termasuk staf sejumlah organisasi internasional seperti PBB dan Bank Dunia.
Rwanda mengatakan sembilan warganya tewas akibat dugaan serangan lintas batas dari Goma. Setidaknya 17 penjaga perdamaian juga telah terbunuh sejak pekan lalu.