Ahad 19 Jan 2025 12:13 WIB

Ternyata para Pekerja di Anak Perusahaan Sritex Justru Menginginkan PHK

Pekerja tidak menghendaki adanya going concern atau keberlangsungan usaha.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Mas Alamil Huda
Pekerja di PT Sritex, Jebres, Kota Solo, Jawa Tengah. Pekerja atau buruh anak perusahaan PT Sritex, PT Bitratex Industries, tidak menghendaki keberlangsungan usaha dari perusahaan tekstil itu.
Foto: Dok Sritex
Pekerja di PT Sritex, Jebres, Kota Solo, Jawa Tengah. Pekerja atau buruh anak perusahaan PT Sritex, PT Bitratex Industries, tidak menghendaki keberlangsungan usaha dari perusahaan tekstil itu.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Pekerja atau buruh anak perusahaan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), PT Bitratex Industries, tidak menghendaki adanya going concern atau keberlangsungan usaha dari perusahaan tekstil terbesar di Indonesia tersebut. Mereka justru menghendaki agar PHK segera dilakukan. 

"Yang ingin kami sampaikan adalah ada perbedaan keinginan antara manajemen Sritex dengan keinginan kami karyawan PT Bitratex. Manajemen PT Sritex menginginkan adanya going concern atau keberlanjutan usaha, tapi dari sisi karyawan PT Bitratex itu tidak dikehendaki," ujar pekerja Bitratex yang juga menjabat sebagai Ketua DPW Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (FKSPN) Jawa Tengah, Nanang Setiyono, di Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng), Ahad (19/1/2025). 

Baca Juga

Dia menambahkan, para pekerja di PT Bitratex justru menghendaki agar PHK segera dilakukan. "Kelihatannya atau kedengarannya pasti aneh, karyawan kok pengen di-PHK? Kami sampaikan bahwa ini bukan hal yang asal kami putuskan," ujar Nanang.

Nanang menjelaskan, keinginan PHK sudah dipertimbangkan dari aspek yuridis dan sosiologis. Menurutnya, kondisi di PT Bitratex juga sudah tidak memungkinkan untuk melanjutkan aktivitas usaha. "Karena jauh hari sebelum dipailitkan, sejak tahun 2022, sudah di-PHK 50 persen dari jumlah karyawan. Dari sisa 50 persen (pegawai), itu dirumahkan 60 persen. Terakhir kita bekerja di bulan Oktober (2024), itu tinggal 30 persen yang bekerja," ucapnya. 

Dia menjelaskan, PT Sritex mengakuisisi PT Bitratex pada 2018. Pada 2019, manajemen PT Bitratex telah sepenuhnya berada di bawah Sritex. Nanang mengungkapkan, pada 2021, jumlah karyawan PT Bitratex sekitar 2.500 orang. Menurut dia, sejak 2021 hingga dinyatakan pailit pada Oktober 2024, PHK telah terjadi di PT Bitratex. "Sebelum dinyatakan pailit, itu karyawan tinggal 1.166," ujar Nanang.

Menurut Nanang, PHK juga terjadi di dua anak perusahaan Sritex lainnya, yakni di PT Sinar Pantja Djaja dan PT Primayudha Mandirijaya, termasuk di pabrik Sritex di Sukoharjo. "Jadi saya sampaikan bahwa berita yang menyatakan tidak ada PHK itu tidak benar," katanya. 

Dia menambahkan, pemangkasan jumlah pekerja yang terjadi sebelum Sritex dinyatakan pailit menjadi salah satu alasan mengapa para pekerja di PT Bitratex menolak going concern. "Kalaupun going concern dikabulkan oleh kurator, kami karyawan PT Bitratex tidak akan bisa bekerja sebagaimana layaknya sebelum kami dipegang oleh PT Sritex," kata Nanang. 

"Dengan di-PHK kami akan memenuhi syarat sebagai kreditur. Dengan di-PHK kami bisa memenuhi syarat untuk klaim BPJS dari sisi ketenagakerjaan. Kalau kami tidak memilih PHK, maka nasib kami akan menggantung, tidak bisa jadi kreditur, tidak bisa menagih uang pesangon, tidak bisa mengambil uang jaminan hari tua," tambah Nanang. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement