REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini meminta agar syarat partai politik peserta pemilihan umum tak diperberat setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas presiden atau Presidential Threshold dalam Pilpres Tahun 2029. Titi mengamati syarat parpol yang ada saat ini saja sudah tergolong berat.
"Jangan sampai atau tidak perlu ada perubahan syarat partai politik menjadi peserta pemilu. Karena sekarang persyaratan yang ada itu sudah salah satu yang paling berat, paling mahal, paling rumit, paling susah di dunia," kata Titi dalam Ngaji Konstitusi yang digelar Jimly School Of Law and Government (JSLG) beberapa waktu lalu.
Titi menyebut syarat parpol peserta pemilu yang telah diatur dalam Pasal 173 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sudah begitu sulit dan mahal. Sedangkan beberapa persyaratan di antaranya ialah memiliki kepengurusan di 75 persen di 75 persen di jumlah kabupaten/kota di provinsi bersangkutan, dan mempunyai kepengurusan di 50 persen jumlah kecamatan di kabupaten/kota.
Kemudian menyertakan paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan pada kepengurusan parpol tingkat pusat dan memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 orang atau 1/1000 dari jumlah penduduk pada kepengurusan partai politik.
"Jangan ada upaya dari pembentuk undang-undang untuk menciptakan barrier to entry baru (hambatan untuk berkompetisi) bagi partai-partai non-parlemen," ujar Titi.
Apalagi, Titi menyebut partai politik parlemen sudah diuntungkan dengan adanya putusan MK Nomor 55/PUU/XIX/2020 yang memutuskan bahwa parpol parlemen tidak perlu mengikuti verifikasi faktual agar terdaftar sebagai partai peserta pemilu.
Titi meminta agar pemerintah dan DPR tidak bermanuver untuk memperberat partai non parlemen agar terdaftar sebagai partai politik peserta pemilu.
"Jangan sampai ada motif dari parlement untuk menghambat kompetitor dengan memperberat syarat menjadi partai politik peserta pemilu. Jangan lagi ditambah syarat yang aneh-aneh ini untuk motif menghambat kompetitor baru," ucap Titi.
Sementara itu, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2003-2008, Jimly Asshiddiqie memprediksikan pasangan calon (paslon) Pilpres 2029 tidak lebih dari sembilan kandidat setwlah MK menghapuskan ketentuan ambang batas pencalonan Presiden.
"Berapa sih sebanyak-banyaknya itu (Capres), berapa coba. Misalnya nih kalau menurut saya, gak mungkin lebih banyak dari sembilan (kandidat)," kata Jimly.
Jimly menyatakan banyak atau tidaknya kandidat dalam pencalonan Pilpres, tergantung dari kemampuan ekonomi menopang seluruh proses tahapan Pillres. Dengan demikian, dihapuskannya ambang batas Presiden tidak perlu dikhawatirkan memunculkan banyaknya peserta Pilpres.
"Itu kan (Pilpres) biayanya mahal, siapa yang mau membiayai. Jadi kita gak usah dari jauh hari udah takut, nanti kebanyakan (Paslon), belum dites, belum dicoba," ujar founder JSLG itu.
Diketahui, diskusi hybrid ini dihadiri pula oleh Founder Adikara Cipta Aksa, Geofani Milthree Saragih; Kepala Departemen Hukum Tata Negara FH UII, Jamaludin ghafur; dan Dewan Pakar JSLG, Taufiqurrohman.
Sebelumnya, MK menghapus ketentuan ambang batas presiden dalam UU Pemilu dengan mengabulkan perkara Nomor 64/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna yang merupakan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga.