Kamis 02 Jan 2025 20:30 WIB

Putusan MK, Aktivis Perludem Bandingkan Posisi Almas Tsaqibbiru dan Enika Maya

Putusan MK yang hapus ambang batas presiden dinilai kemenangan buat rakyat RI.

Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini
Foto: Republika/Mimi Kartika
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk mengabulkan gugatan ambang batas pencalonan presiden. Melalui gugatan ini, partai politik peserta pemilu bisa mencalonkan kandidat yang ingin dimajukan tanpa harus dibatasi ambang batas seperti pada beleid terdahulu. Pihak yang mengajukan gugatan tersebut yakni Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, Enika Maya Oktavia dkk.

Pegiat Perludem yang juga mengajukan gugatan serupa Titi Anggraini mengapresiasi langkah yang diambil oleh Enika Maya dkk. Bangsa ini, kata ia, berhutang budi terhadap perjuangan demokrasi yang dilakukan kawan mahasiswa tersebut.

Baca Juga

"Melalui Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023, Mahasiswa bernama Almas Tsaqibbiru membuka jalan pencalonan bagi Gibran. Dengan Putusan 62/PUU-XXII/2024, Mahasiswa UIN SUKA, Enika Maya Oktavia dkk, membuka jalan bagi semua putera-puteri terbaik bangsa untuk bisa maju pilpres melalui partai politik peserta pemilu. Bangsa ini berhutang budi demokrasi kepada perjuangan Enika Maya Oktavia dkk. Hormat sehormat-hormatnya," ujar Titi lewat kicauannya, Kamis (2/1/2025).

Putusan ini, kata ia, merupakan kemenangan bagi seluruh rakyat Indonesia. Tidak ada yang dirugikan. Semua partai politik peserta pemilu mendapat manfaat akses pada pencalonan presiden yang setara. Serta pemilih mendapatkan keragaman pilihan politik melalui pemilu yang lebih inklusif.

"Anak-anak Indonesia jadi lebih berani bermimpi menjadi Presiden/Wakil Presiden karena akses itu lebih terbuka untuk direalisasikan saat ini melalui Putusan MK No.62/PUU-XXII/2024. BRAVO MK!"

Sebagai tindak lanjut Putusan MK No.62/PUU-XXII/2024 yang menghapus ambang batas pencalonan presiden, jelas Titi, maka selanjutnya pembentuk UU perlu mengatur agar parpol tidak asal-asalan mengusulkan paslon.

Parpol harus memastikan bahwa calon yang diusung lahir dari proses rekrutmen yang demokratis. "Misalnya calon diputuskan melalui pemilihan internal partai yang inklusif dan demokratis. Bukan sebatas karena punya popularitas dan isi tas."

Sebelumny seperti dilansir dari laman MKRI, ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) sebagaimana tercantum dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) tak hanya dinilai bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, namun juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerable serta nyata-nyata bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement