REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Kabid Humas Polda Jawa Tengah (Jateng) Kombes Pol Artanto mengungkapkan, tiga tersangka dalam kasus dugaan perundungan dan pemerasan Aulia Risma Lestari (ARL), mahasiswi PPDS Anestesia Universitas Diponegoro (Undip), telah dicekal bepergian ke luar negeri. Mereka masih akan menjalani pemeriksaan oleh penyidik dari Ditkrimum Polda Jateng.
"Sudah, itu memang standar operasional dari tersangka terhadap kasus tersebut," kata Artanto ketika ditanya apakah tiga tersangka dalam kasus dugaan perundungan dan pemerasan ARL sudah dicekal ke luar negeri, Rabu (1/1/2025).
Artanto menambahkan, ketiga tersangka bakal diperiksa oleh tim penyidik Ditkrimum Polda Jateng. Namun, dia belum bisa menyampaikan kapan pemeriksaan akan dilakukan. "Ini penyidik yang mempunyai jadwal ya. Nanti penyidik akan menyampaikan bilamana yang bersangkutan akan sudah mulai diperiksa, pasti ada surat panggilan untuk tersangka," ucapnya.
Menurut Artanto, perputaran uang dalam kasus dugaan pemerasan di PPDS Anestesia Undip menembus angka Rp 2 miliar. Pada kasus yang melibatkan almarhumah Aulia Risma Lestari (ARL), Polda Jateng sudah mengamankan barang bukti sebesar Rp97 juta. "Dari hasil penyelidikan, diperkirakan putrannya kurang lebih dua miliar," kata Artanto
Dia menambahkan, dugaan perputaran uang miliaran tersebut nantinya harus dibuktikan dalam sidang pengadilan kasus ARL. "Saat ini yang bisa dibuktikan yang uang tunai tersebut," ujarnya merujuk pada uang senilai Rp97 juta yang sudah disita Polda Jateng.
Polda Jateng telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan perundungan dan pemerasan terhadap ARL. "Ditreskrimum Polda Jawa Tengah telah menetapkan tiga tersangka kasus PPDS, program pendidikan dokter spesialis, yaitu, satu saudara TEN; kedua saudari SM; ketiga saudari ZYA," ungkap Artanto saat memberikan keterangan kepada awak media di Mapolda Jateng, 24 Desember 2024 lalu.
TEN merupakan kepala Program Studi PPDS Anestesiologi Undip. Sementara SM adalah staf admin Prodi Anestesiologi. Sedangkan tersangka terakhir, yakni ZYA, adalah dokter residen atau senior ARL.
Artanto mengungkapkan, para tersangka dijerat Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Tindak Pidana Pemerasan dan atau Pasal 378 KUHP tentang Tindak Pidana Penipuan serta Pasal 335 ayat (1) KUHP tentang Tindak Pidana Pengancaman. "Untuk ancamannya maksimal sembilan tahun (penjara)," ujar Artanto.
Artanto mengatakan bahwa dalam kasus dugaan perundungan dan pemerasan terhadap ARL, Polda Jateng mengamankan barang bukti uang senilai Rp97.007.500. "(Ini uang) dari semua rangkaian peristiwa tersebut," ucapnya.
ARL ditemukan meninggal di kamar kosnya di Lempongsari, Gajahmungkur, Semarang pada 12 Agustus 2024 lalu. Dokter berusia 30 tahun tersebut diduga bunuh diri karena mengalami perundungan dari para seniornya.
Merespons dugaan bunuh diri dan perundungan yang dialami ARL, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akhirnya memutuskan membekukan pelaksanaan PPDS Anestesia Undip di RSUP Dr.Kariadi Semarang.
Keluarga ARL melaporkan kasus dugaan perundungan ke Polda Jateng pada 4 September 2024. Kuasa hukum keluarga ARL, Misyal Achmad, mengungkapkan, selain menghadapi perundungan, ARL juga mengalami pemerasan yang dibungkus sebagai iuran angkatan. Iuran tersebut sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan para mahasiswa senior. Menurut Misyal, sejak ARL menjadi mahasiswa PPDS Anestesia Undip pada 2022, pihak keluarga telah mengeluarkan Rp225 juta untuk membayar iuran angkatan.
Undip dan RSUP Dr.Kariadi awalnya menyangkal adanya praktik perundungan dalam pelaksanaan PPDS. Namun sebulan pasca kematian ARL, tepatnya pada 13 September 2024, Undip dan RSUP Dr.Kariadi akhirnya mengakui bahwa praktik serta budaya perundungan memang terjadi di PPDS. Kedua lembaga tersebut pun menyampaikan permintaan maaf kepada publik dan pemerintah.