Rabu 18 Dec 2024 20:13 WIB

Pertanyakan Kerugian Kasus Timah Rp 217 T, Harvey Moeis: Hanya Memakai Software Gratisan!

Harvey Moeis mempertanyakan perhitungan kerugian lingkungan atas kasus timah.

Terdakwa kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah Harvey Moeis bersiap menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/12/2024).
Foto: Republika/Prayogi
Terdakwa kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah Harvey Moeis bersiap menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/12/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Terdakwa Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) mempertanyakan perhitungan kerugian lingkungan atas kasus timah yang mencapai Rp 271 triliun. Hal itu diungkapkan Harvey saat membacakan nota pembelaan (pleidoi).

Dari informasi yang didapatnya, ahli lingkungan tersebut menghitung kerugian negara hingga menghasilkan kerugian lingkungan senilai Rp 271 triliun dengan hanya melakukan kunjungan ke lapangan sebanyak dua kali untuk mengambil 40 sampel dari luas tanah 400 ribu hektare.

Baca Juga

"Dari sisi teknologi, juga hanya memakai software gratisan dengan ketepatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Namun, hasilnya keluar angka kerugian negara terbesar sepanjang Republik Indonesia ini berdiri," kata Harvey saat membacakan nota pembelaan (pleidoi) dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (18/12/2024).

Harvey lantas membandingkan dengan pengalamannya melakukan eksplorasi di tambang batu bara. Untuk satu pit (lubang) yang berukuran 10 hektare, biasanya pihaknya bisa mengebor dengan rapat setiap 5 meter sampai 10 meter. Dengan demikian, sambung dia, kira-kira bisa lebih dari 1.000 titik untuk menghitung jumlah cadangan di area 10 hektare dan dari luas tersebut terkadang masih ditemukan kesalahan.

Terdakwa menjelaskan bahwa angka Rp 271 triliun berasal dari perhitungan ahli lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo. Menurut dia, nilai tersebut bukan kerugian negara dalam bentuk tunai, melainkan kerusakan alam. "Namun, yang mencuat di publik seperti ada pihak yang merasakan keuntungan sebesar Rp271 triliun tersebut," ujar Harvey.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement