Jumat 22 Nov 2024 06:47 WIB

Tarif PPN Naik, Kemenkeu Jamin Daya Beli Masyarakat tak Terdampak

Pemerintah telah menyiapkan regulasi yang ditujukan menjaga daya beli masyarakat.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Pemerintah mengeluarkan kebijakan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 1 persen menjadi 12 persen.
Foto: ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani
Pemerintah mengeluarkan kebijakan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 1 persen menjadi 12 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menjamin daya beli masyarakat tak akan terdampak oleh kebijakan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar satu persen menjadi 12 persen. Hal itu mengingat pemerintah telah menyiapkan sejumlah regulasi yang ditujukan untuk menjaga daya beli masyarakat.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) Dwi Astuti, menjelaskan barang dan jasa yang menjadi kebutuhan dasar rakyat tak dikenakan tarif PPN. Dia menekankan, kebutuhan rakyat tidak terpengaruh oleh kebijakan kenaikan PPN.

Baca Juga

"Tidak semua barang dan jasa terkena PPN. Barang dan jasa yang dibutuhkan rakyat banyak dibebaskan dari pengenaan PPN," ujar Dwi di Jakarta, Kamis (22/11/2024).

Dia memerinci barang yang dibebaskan tarif PPN mencakup barang kebutuhan pokok, seperti beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran. Adapun jasa yang dibebaskan dari tarif PPN, di antaranya jasa pelayanan kesehatan, pelayanan sosial, keuangan, asuransi, pendidikan, transportasi umum, dan ketenagakerjaan.

Sementara tambahan penerimaan negara dari kenaikan tarif PPN nantinya dikembalikan kepada rakyat melalui berbagai program, seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Program Indonesia Pintar (PIP) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, subsidi listrik, subsidi LPG 3 kg, subsidi BBM, serta subsidi pupuk.

Menurut Dwi, pemerintah pun telah memperluas lapisan penghasilan dari Rp 50 juta menjadi Rp 60 juta yang dikenakan tarif terendah sebesar lima persen. Juga terdapat kebijakan pembebasan pajak penghasilan bagi wajib pajak orang pribadi UMKM dengan omzet sampai dengan Rp 500 juta.

"Hal ini ditujukan untuk menjaga daya beli masyarakat terutama kelompok masyarakat ekonomi menengah ke bawah," kata Dwi.

Di sisi lain, sebagai wujud kegotongroyongan orang pribadi yang memiliki penghasilan lebih dari Rp 5 miliar dikenakan tarif tertinggi sebesar 35 persen. "Terkait penyesuaian tarif PPN, mohon tidak semata-mata dilihat dari kenaikannya," ujarnya lagi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement