REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Status internasional Bandara Jenderal Ahmad Yani, Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng) dicopot oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pada April 2024. Anggota Fraksi Gerindra DPR RI, Bambang Haryo Soekartono (BHS) menyoroti status Bandara Jenderal Ahmad Yani hanya melayani penerbangan domestik.
BHS pun melakukan pengamatan langsung dan menggelar jajak pendapat dengan para penumpang yang akan terbang dari Bandara Jenderal Ahmad Yani. Tidak ketinggalan, ia sekaligus menanyakan kepada pengelola bandara terkait dampak turunnya status bandara internasional menjadi domestik.
BHS heran mengapa bandara di ibu kota Provinsi Jateng, tidak berstatus internasional. Padahal, Pelabuhan Tanjung Mas berstatus internasional. Belum lagi, banyak perusahaan internasional yang membuka pabrik di Jateng, karena upah minimum regional (UMR) sangat bersaing.
"Dasarnya sudah sangat jelas, di wilayah Jawa Tengah saat ini menjadi tujuan usaha industri dari Jakarta dan sekitarnya, Surabaya dan sekitarnya, serta Tangerang, Bekasi dan sekitarnya. Mereka saat ini berpindah ke Jawa Tengah karena UMR Jawa Tengah terendah dibanding Surabaya, Jakarta, dan sekitarnya," kata BHS di Kota Semarang, Senin (21/10/2024).
Dia juga mendapati, kapal pariwisata Cruise dari mancanegara juga sering sandar di Pelabuhan Tanjung Emas. Total dalam setahun ada 30 kapal pariwisata bersandar, yang setiap kapalnya membawa ribuan wisatawan asing. "Ini semua tentu sangat membutuhkan akses transportasi udara menuju ke luar negeri, bila mereka dalam kondisi emergency," ucap BHS.
Alumnus ITS Surabaya tersebut juga menyoroti, Jateng menjadi provinsi penyedia tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri terbesar nomor dua di Indonesia. Sehingga, BHS menganggap, sudah seharusnya ada penerbangan internasional yang membawa turis di Bandara Jenderal Ahmad Yani.
"Dan seharusnya pemerintah (Kemenhub) konsisten saat melakukan revitalisasi dengan biaya yang sangat besar, berkisar Rp 2,07 triliun tahun 2017, itu tujuannya untuk mengembangkan Bandara Internasional Jenderal Ahmad Yani agar bisa didarati pesawat berbadan lebar, dengan disediakannya dua garbarata dengan jenis untuk ukuran pesawat besar," kata BHS
Melihat berbagai fakta itu, BHS mendapati, pencopotan status internasional di Bandara Jenderal Ahmad Yani, tidak tepat. Dia ingin status internasional disandang lagi oleh bandara terbesar di Jateng tersebut. "Apalagi dari jajak pendapat pengelola bandara 90 persen masyarakat menginginkan bandara di ibu kota Provinsi Jawa Tengah, status internasionalnya dikembalikan," ujar BHS.