Senin 14 Oct 2024 15:11 WIB

Potret Kekejaman Pasukan Salib: Memakan Jasad Korban

Pasukan Salib tak hanya menarget orang Islam, tetapi juga Yahudi dan Kristen Ortodoks

ILUSTRASI Pasukan Salib.
Foto: dok wiki
ILUSTRASI Pasukan Salib.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dunia Islam dan Kristen pada Abad Pertengahan sangat kontras. Peradaban Islam pada abad kesembilan dan seterusnya ditunjang kota-kota yang bercorak kosmopolitan.

Baghdad sebagai ibu kota Kekhalifahan Abbasiyah dihuni ratusan ribu orang. Pada saat yang sama, daerah-daerah di Eropa, seperti Paris atau London, memiliki penduduk yang jauh lebih sedikit, yakni kurang dari 20 ribu jiwa.

Baca Juga

Paul M Cobb, penulis dalam Race for Paradise: An Islamic History of the Crusades, mengatakan, Perang Salib tak ubahnya invasi yang dilakukan orang-orang pinggiran terhadap penduduk yang lebih maju dan berkembang. Maka dari itu, serangan pasukan salib atas Yerusalem pada 7 Juni 1099 menimbul kan trauma bagi kaum Muslimin.

Mereka merasa terkejut, bagaimana mungkin suatu masyarakat yang maju dapat dikalahkan oleh gerombolan yang merangsek tanpa aturan?

Graham E Fuller, guru besar sejarah dari Simon Fraser University, dalam A World Without Islam mengatakan, orang-orang Kristen yang sampai ke Yerusalem saat itu umumnya adalah orang-orang bodoh serta bingung secara budaya dan geografis.

Tak sedikit dari mereka yang datang dalam keadaan lapar, sehingga terdorong nafsu untuk melakukan kekejaman dalam skala masif di negeri orang. Bahkan, muncul pula kasus kanibalisme.

Sejumlah pasukan salib itu tidak hanya membunuh orang-orang non-Kristen (termasuk Yahudi dan Kristen ortodoks), melainkan juga memakan bangkai mereka.

“Di Ma'arra (Suriah), pasukan-pasukan kami merebus orang-orang kafir dewasa dalam panci-panci masak, mereka memanggang anak-anak di panci-panci panjang dan melahap mereka,” begitu kesaksian Radulph dari Caen, seorang prajurit salibis pada 1098.

Kondisi demikian sangat tak sebanding dengan toleransi yang diberlakukan Umar bin Khattab. Sejarah mencatat, pasukan Muslimin di bawah pemerintahan al-Faruq berhasil menaklukkan Baitul Makdis (Yerusalem) pada 637 M.

Semasa hidup Nabi Muhammad SAW, Yerusalem tidak pernah berada di bawah kendali politik Muslim. Maka masa kekhalifahan Umar bin Khattab, yang merupakan khalifah kedua Islam, menjadi tonggak amat penting.

Segera setelah menerima kunci kota suci tersebut, Khalifah Umar bin Khattab menetapkan perlindungan atas gereja-gereja Kristen setempat. Demikian pula, sosok berjulukan al-Faruq itu mempersilakan kaum Yahudi untuk membangun kembali sinagoge di sana.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement