REPUBLIKA.CO.ID, Laporan Muhammad Hafil dari Vientiane, Laos
Wapres RI Maruf Amin terus menyuarakan agar negara-negara di dunia mengakui kemerdekaan Palestina. Salah satunya adalah menyerukan kepada negara-negara di Asia Timur.
Hal tersebut disampaikan Wapres selama tiga hari sejak 9-11 Oktober 2024 di rangkaian KTT ke-44 dan ke-45 ASEAN di Vientiane, Laos. Di mana dalam rangkaian KTT itu, ada hampir 20 forum pertemuan yang dihadiri wapres.
Selain Wapres dan para pemimpin forum ASEAN, Wapres juga menggelorakan kemerdekaan Palestina di pertemuan ASEAN dengan negara-negara mitra wicara. Di antaranya dengan PM Australia, PM Korsel, PM China, dan PM Jepang.
Rangkaian acara ini belum seluruhnya selesai. Masih ada pertemuan dengan Sekjen PBB dan dengan perwakilan AS. Namun, Wapres direncanakan tetap menggelorakan kemerdekaan Palestina tersebut.
Pada pertemuan ASEAN di forum KTT Ke-19 Asia Timur di National Convention Centre (NCC), Vientiane, Laos, Jumat (11/10/2024), Wapres juga menggelorakan pengakuan kemerdekaan atas Palestina. Wapres menuturkan bahwa bangsa Palestina saat ini mengalami krisis kemanusiaan akibat konflik yang berkepanjangan. Bahkan konflik tersebut telah meluas ke tempat lain di luar Gaza dan Tepi Barat.
“Apakah berbagai pelanggaran hukum internasional seperti ini akan dibiarkan terus?” tanya Wapres.
Untuk itu, ia pun mengajak para pemimpin negara Asia Timur yang hadir pada forum ini agar bersikap dan berpihak pada hukum internasional dan kemanusiaan.
“Jangan tebang pilih dalam menjalankan hukum internasional. Jika hal ini terus dilakukan, saya khawatir banyak konflik baru akan muncul,” ujarnya.
Tidak hanya itu, Wapres juga mendesak negara yang belum mengakui Palestina agar segera melakukannya, termasuk mengawal implementasi Resolusi Majelis Umum PBB ES-10/24.
“Implementasi Resolusi ES-10/24 juga harus terus dipantau. Dan Solusi Dua Negara harus tetap menjadi rujukan utama penyelesaian masalah Palestina,” kata Wapres.
Terakhir, Wapres mengingatkan bahwa apabila konflik dan krisis kemanusiaan tersebut tidak diatasi, maka masa depan dunia termasuk pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) hanya akan menjadi impian.
“Kita semua memiliki tanggung jawab kolektif untuk menciptakan ruang perdamaian, ruang kolaborasi, dan ruang saling percaya,” ujarnya.