Senin 07 Oct 2024 20:31 WIB

Tepat 1 Tahun Genosida di Gaza, Di Mana Peran Negara-Negara Arab?

Umumnya negara-negara Arab tak bisa secara optimal mendukung Palestina.

Rep: Mgrol154, Hasanul Rizqa/ Red: Hasanul Rizqa
Warga Palestina berjalan diantara bangunan yang hancur akibat serangan udara dan darat Israel di Khan Younis, Jalur Gaza, Kamis, 12 September 2024.
Foto: AP Photo/Abdel Kareem Hana
Warga Palestina berjalan diantara bangunan yang hancur akibat serangan udara dan darat Israel di Khan Younis, Jalur Gaza, Kamis, 12 September 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Militer Israel (IDF) masih melancarkan genosida di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023. Masyarakat internasional, terutama publik di negara-negara mayoritas Muslim, bertanya-tanya tentang peran negara-negara Arab dalam upaya menghentikan agresi Israel terhadap Palestina.

Menurut akademisi Universitas Indonesia (UI) Prof Yon Machmudi, sebagian negara-negara Arab pada awalnya siap untuk bekerja sama dan melakukan normalisasi hubungan dengan Israel. Namun, konflik antara Hamas dan IDF yang terjadi pada 7 Oktober 2023 lalu telah mengubah kondisi tersebut. Alhasil, kini opsi normalisasi hubungan menjadi tak lagi relevan.

Baca Juga

Selain itu, lanjut Ketua Prodi Kajian Timur Tengah dan Islam di SKSG UI tersebut, posisi umumnya negara-negara Arab tampak ambigu. Mereka terlihat tidak bisa secara tegas menunjukkan dukungan untuk Palestina. Sebab, mereka masih terbayang-bayangi kerja sama dengan Israel dan sekutunya, Amerika Serikat (AS), terutama dalam hal keamanan.

"Ini sangat disayangkan. Sebab, ketidakjelasan ini berakibat pada tidak optimalnya dukungan terhadap Palestina," ujar Prof Machmudi saat dihubungi Republika, Senin (7/10/2024).

Tepat satu tahun sejak dimulainya agresi Israel di Jalur Gaza, kondisi rakyat Palestina kini makin sengsara. Masyarakat sipil setempat menanti-nanti akhir dari eskalasi serangan IDF, yang justru kini meluas hingga ke Lebanon.

"Setelah satu tahun perjalanan perang di Gaza, genosida telah terjadi. Pembunuhan hampir terjadi setiap hari dan belum ada upaya signifikan untuk mencapai gencatan senjata," kata Machmudi.

Ia juga menyoroti pemerintahan Israel kini yang dikendalikan kelompok sayap kanan ekstrem, Likud. Seperti diketahui, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu adalah pemimpin parpol tersebut. Menurut Machmudi, dominasi Likud adalah salah satu penghalang utama dalam proses perdamaian.

Dalam situasi demikian, lanjut akademisi tersebut, Jalur Gaza terancam runtuh. Karena itu, dunia hingga kini menanti langkah-langkah nyata dari para pemimpin dunia, termasuk negara-negara Arab yang menjadi tetangga terdekat Palestina.

"Jika tidak ada langkah konkret, Gaza terancam kolaps. Wilayah tersebut akan diduduki oleh Israel. Rakyatnya akan menjadi korban pembunuhan massal," tegas Machmudi.

"Palestina mungkin hanya akan tinggal menjadi catatan sejarah, sementara di lapangan hanya ada negara Israel. Ini tentu bukan situasi yang diinginkan oleh kita dan dunia," tukasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement