Ahad 06 Oct 2024 11:46 WIB

Jurnalis Coba Bakar Diri di Aksi Bela Palestina di AS

Pengunjuk rasa yang mengaku jurnalis itu menyesal menyebar berita palsu soal Gaza

Polisi memadamkan api setelah seorang yang mengaku sebagai jurnalis melakukan aksi bakar diri dalam unjuk rasa pro-Palestina di luar Gedung Putih di Washington pada tanggal 5 Oktober 2024.
Foto: Seth Herald/Reuters
Polisi memadamkan api setelah seorang yang mengaku sebagai jurnalis melakukan aksi bakar diri dalam unjuk rasa pro-Palestina di luar Gedung Putih di Washington pada tanggal 5 Oktober 2024.

REPUBLIKA.CO.ID,WASHINGTON – Seorang pria mencoba membakar diri pada aksi bela Palestina di Washington, DC, Amerika Serikat (AS) pada Ahad (6/10/2024). Pria itu dilaporkan mengeklaim sebagai jurnalis yang merasa bersalah menyebarkan berita palsu soal genosida di Gaza.

Kantor berita Reuters menerbitkan foto-foto pria yang tangannya terbakar saat protes pro-Palestina di Washington tersebut, serta gambar orang-orang yang menggunakan syal Keffiyeh untuk memadamkan api. The Washington Post melaporkan bahwa pria yang tidak disebutkan namanya itu mengaku dirinya adalah seorang jurnalis dan bersalah menyebarkan informasi yang salah mengenai krisis di Timur Tengah.

Baca Juga

Unjuk rasa di ibu kota AS, yang dihadiri oleh sekitar 1.000 orang, adalah salah satu dari beberapa kota di seluruh dunia yang memperingati satu tahun berlangsungnya genosida di Gaza selepas serangan pejuang Palestina ke Israel pada 7 Oktober.

Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 6 sore. waktu setempat di Black Lives Matter Plaza tepat di luar Gedung Putih menurut Washington Post. Peserta unjuk rasa dilaporkan berteriak dan memanggil petugas medis dan api yang menyala di lengan pria itu segera dipadamkan. Dua petugas polisi D.C bergegas menghampiri pria tersebut. Salah satu petugas terlihat memegang bajunya dan yang lainnya mengambil keffiyeh yang tergeletak di tanah dan mencoba memadamkan api dengan keffiyeh tersebut.

Suatu ketika warga sekitar dan petugas berhasil memadamkan api dan pria tersebut berteriak bahwa dia adalah seorang jurnalis yang menyebarkan informasi yang salah soal serangan di Gaza. 

Petugas darurat segera menyelamatkan pria tersebut dan meredakan situasi dengan memblokir area tersebut bagi pengunjuk rasa lainnya. Petugas menginstruksikan masyarakat untuk menjauh dari lokasi dan penyelenggara protes berteriak melalui megafon, mengarahkan orang-orang menjauh dari petugas. 

“Pria itu dibawa ke rumah sakit setempat di mana dia dirawat karena luka yang tidak mengancam nyawa,” kata Kepala Polisi D.C Pamela A Smith dalam sebuah pernyataan kepada Washington Post

Ini bukanlah orang pertama yang melakukan aksi bakar diri sebagai protes atas serangan Israel di Gaza. Awal tahun ini di bulan Januari, seorang penerbang aktif AS, meninggal setelah membakar dirinya di luar kedutaan Israel di Washington D.C.

Pada Ahad, Aljazirah melansir laporan merujuk pada sepuluh jurnalis yang telah meliput perang di Gaza untuk dua jaringan berita terkemuka di dunia, CNN dan BBC. Mereka mengungkapkan cara kerja ruang berita mereka mulai tanggal 7 Oktober dan seterusnya, dengan tuduhan bias pro-Israel dalam peliputan, standar ganda yang sistematis dan seringnya pelanggaran prinsip jurnalistik.

Dalam beberapa kasus, mereka menuduh tokoh-tokoh senior di redaksi gagal meminta pertanggungjawaban pejabat Israel dan ikut campur dalam pemberitaan untuk meremehkan kekejaman Israel. Dalam salah satu contoh di CNN, propaganda palsu Israel tetap disiarkan meskipun sudah ada peringatan sebelumnya dari anggota staf.

Salah satu contohnya, pada November 2023, Editor Diplomatik Internasional CNN, Nic Robertson, bergabung dengan tentara Israel untuk mengunjungi Rumah Sakit Anak al-Rantisi di Gaza yang dibom. Begitu masuk, juru bicara militer Daniel Hagari mengaku telah menemukan bukti Hamas menggunakan rumah sakit tersebut untuk menyembunyikan tawanan Israel. 

Hagari menunjukkan kepada Robertson sebuah dokumen di dinding yang ditulis dalam bahasa Arab, yang katanya adalah daftar anggota Hamas yang mengawasi para tawanan. “Ini adalah daftar penjagaan. Setiap teroris punya giliran kerjanya masing-masing,” kata Hagari kepada Robertson.

Adam, seorang jurnalis CNN yang disamarkan namanya oleh Aljazirah mengenang siaran itu sebagai “momen yang memalukan” bagi CNN. “Itu sama sekali bukan daftar nama Hamas,” katanya. “Itu adalah sebuah kalender, dan ditulis dalam bahasa Arab adalah hari-hari dalam seminggu. Namun laporan yang keluar dari Nic Robertson menelan mentah-mentah klaim Israel.” 

Lebih buruk lagi, klaim Israel telah dibantah oleh penutur bahasa Arab di media sosial sebelum rekaman CNN ditayangkan, dan, menurut beberapa jurnalis CNN dan obrolan internal WhatsApp yang dilihat oleh Aljzirah, seorang produser Palestina memberi tahu rekan-rekannya, termasuk Robertson , tapi diabaikan. Setelah laporan tersebut ditayangkan di televisi, kata mereka, produser lain mencoba memperbaikinya sebelum dipublikasikan secara online. Namun Nic Robertson bersikeras dan laporan itu tetap terbit.

Sementara di BBC, seorang jurnalis melaporkan bahwa editorial menyaring ketat narasumber yang diwawancarai soal Palestina. Mereka menelusuri akun media sosialnya, dan menandai siapa-siapa yang pernah menggunakan kata-kata “Zionis”, misalnya. Sebaliknya, BBC melaporkan apa adanya klaim-klaim palsu yang dikeluarkan militer Israel, misalnya soal pembakaran bayi-bayi Israel dalam serangan 7 Oktober.

photo
Bagaimana AS TErlibat Genosida di Gaza? - (Republika)

Selama setahun terakhir, para ahli dan jurnalis veteran semakin menuduh media-media terkemuka Barat mempertahankan bias pro-Israel sambil tidak memanusiakan warga Palestina serta meminimalkan penderitaan mereka. Sejumlah kecil jurnalis di The New York Times dan BBC telah mengundurkan diri secara terbuka, dengan alasan hati nurani mereka. Pihak lain telah mencoba mengubah keadaan dari dalam melalui kampanye dan pertemuan internal. 

“Ini adalah momen dalam sejarah yang jarang kita lihat di mana kita sebenarnya melihat genosida dilakukan,” kata Craig Mokhiber, pejabat hak asasi manusia PBB yang mengundurkan diri tahun lalu karena respons organisasi tersebut terhadap perang Israel di Gaza, kepada Aljazirah.

“Dalam situasi di mana negara-negara Barat seperti Amerika Serikat, Inggris, dan negara-negara lain terlibat, terdapat media Barat yang sebenarnya telah menjadi bagian dari mekanisme genosida. Itulah yang berbeda saat ini, dan ini hal yang menakutkan.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement