REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — LSI Denny JA menyimpulkan kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama 10 tahun ini adalah berhasil. Penilaian ini berdasarkan riset dan data yang diberikan oleh lembaga internasional kredibel.
Peneliti LSI Denny JA, Ardian Sopa, mengatakan dari tujuh parameter yang digunakan, sebanyak tiga dinilai rapor biru, tiga rapor netral, dan satu raport merah. “Secara menyeluruh: Selama 10 tahun memerintah, Jokowi lebih banyak berhasil, terutama dalam menciptakan fondasi yang kuat untuk pertumbuhan ekonomi dan kemajuan sosial di masa depan,” kata Ardian, saat pemaparan hasil penilaian LSI Denny JA, Selasa (24/9/2024).
Dalam siaran pers LSI Denny JA disebutkan, untuk menilai apakah Indonesia mengalami kemajuan atau kemunduran di bawah kepemimpinan Jokowi, kata Ardian, digunakan menggunakan enam indeks dan satu indikator dunia kredibel, yang mengevaluasi berbagai aspek penting dari negara.
“Indeks dan indikator dunia ini dibuat oleh lembaga yang kredibel seperti World Bank, The Heritage Foundation, Social Progress Imperative, Transperency International, hingga lembaga PBB (SDSN dan Gallup Poll),” ungkap Ardian. Hal yang dinilai juga komprehensif, meliputi Ekonomi, Politik, Hukum dan Sosial.
Berdasar Indikator Produk Domestik Bruto (PDB) oleh World Bank, pada 2014, PDB Indonesia sebesar 890,81 miliar dolar AS, dan menempati peringkat 18 dunia. Sedang pada 2023, PDB Indonesia meningkat menjadi 1,37 triliun dolar AS dan naik ke peringkat 16 dunia.
“Pertumbuhan ekonomi yang signifikan baik dalam nilai maupun peringkat, menunjukkan bahwa Indonesia berada di jalur positif secara ekonomi selama pemerintahan Jokowi. Ini mencerminkan pertumbuhan produktivitas di berbagai sektor, termasuk manufaktur dan jasa,” kata Ardian.
Sementara berdasar perhitungan The Heritage Foundation atas kebebasan ekonomi Indonesia. Pada 2014, skor kebebasan ekonomi Indonesia berada di score 58,5 dengan peringkat 100 di dunia. Sedang pada 2024, skor Indonesia meningkat menjadi 63,5 dengan peringkat 53.
“Peningkatan skor dan peringkat ini menunjukkan bahwa kebijakan ekonomi Indonesia di bawah 10 tahun pemerintahan Jokowi, semakin membuka diri terhadap kebebasan pasar dan investasi,” kata Ardian.
Untuk parameter social progress index oleh Social Progress Imperative, menurut Ardian, rapornya juga biru. Pada 2014, skor Indonesia di 61,65 dengan peringkat 92. Sedangkan di 2023, skor meningkat menjadi 67,22 dengan peringkat 80.
Satu-satunya parameter yang dinilai rapor merah adalah indeks demokrasi. Dalam penilaian yang dilakukan Economist Intelligence Unit, pada 2014, skor demokrasi Indonesia adalah 6,95, dan menempati peringkat 49. Sedangkan pada 2023, skor Indonesia turun menjadi 6,53, dengan peringkat 56. “Indeks ini mengukur kualitas demokrasi dalam lima dimensi: proses pemilu, kebebasan sipil, pemerintahan, partisipasi politik, dan budaya politik,” kata Ardian.