Selasa 24 Sep 2024 05:52 WIB

Israel Bunuh Nyaris 500 Orang di Lebanon dalam Sehari

Serangan Israel ke Lebanon menewaskan juga 35 anak-anak.

Asap mengepul akibat serangan udara Israel di desa-desa di distrik Nabatiyeh, terlihat dari kota selatan Marjayoun, Lebanon, Senin, 23 September 2024.
Foto:

Ketua UNICEF Catherine Russell mengatakan dia “sangat khawatir” dengan meningkatnya serangan mematikan di Lebanon dan Israel, dan mengatakan bahwa kekerasan yang meningkat merupakan “eskalasi yang berbahaya” bagi warga sipil. “Tak terhitung banyaknya” anak-anak yang berada dalam bahaya, dan banyak yang mengungsi dari rumah mereka, kata Russell dalam sebuah pernyataan.

“Tingkat tekanan psikologis yang mengkhawatirkan” juga dilaporkan terjadi pada anak-anak akibat pengungsian dan rentetan penembakan dan serangan udara, katanya, sambil menyerukan deeskalasi segera.

Kementerian Luar Negeri Arab Saudi mengatakan pihaknya mengikuti perkembangan di Lebanon dengan “keprihatinan besar” dalam sebuah pernyataan yang menyerukan “semua pihak untuk menahan diri sepenuhnya”. 

Kerajaan tersebut meminta komunitas internasional dan pihak-pihak lain untuk “mengemban peran dan tanggung jawab mereka untuk mengakhiri semua konflik di kawasan” dan menekankan “pentingnya menghormati kedaulatan Lebanon”.

Menteri Luar Negeri Belgia Hadja Lahbib menambahkan suara Belgia ke semakin banyak negara yang mendesak ketenangan di Lebanon. Dia mengatakan warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak, “sekali lagi terkena dampaknya” dan mendesak dilakukannya deeskalasi, sambil menambahkan “diplomasi” adalah satu-satunya cara untuk mengakhiri konflik.

Uni Emirat Arab juga telah menyatakan “keprihatinan mendalam atas serangan Israel di Lebanon selatan”. Dalam sebuah pernyataan, negara Teluk tersebut menegaskan pendiriannya “menolak kekerasan, eskalasi, tindakan dan reaksi yang tidak diperhitungkan yang mengabaikan hukum yang mengatur hubungan dan kedaulatan negara”, media pemerintah melaporkan.

Sedangkan Yunani menilai Israel tidak menghadapi tekanan yang cukup untuk mengakhiri perang di Gaza. Menteri Luar Negeri Yunani George Gerapetritis menyatakan eskalasi perang di Lebanon adalah ladang ranjau yang mungkin tidak dapat ditangani oleh komunitas internasional.

Yunani terpilih sebagai anggota Dewan Keamanan PBB untuk periode 2025-2026 awal tahun ini, dan Athena yakin hubungan historis negara tersebut dengan dunia Arab dan Israel memberikan kredibilitas untuk bertindak sebagai perantara perdamaian.

“Sepertinya tidak ada tekanan efektif terhadap Israel. Kami adalah mitra strategis Israel, dan kami berusaha bersikap terbuka dan tulus terhadap mereka,” kata Menlu George Gerapetritis kepada Reuters dalam sebuah wawancara di sela-sela Majelis Umum PBB.

Gerapetritis mengatakan bahwa sangat penting bagi negara-negara Arab dan Eropa untuk melakukan inisiatif bersama, bukannya secara terpisah, yang dapat membebani Israel, namun eskalasi di perbatasan Israel-Lebanon dalam beberapa hari terakhir menunjukkan kegagalan kolektif internasional.

“Kita belum mencegah dampak buruknya, dan semakin tersebarnya perang, semakin rumit situasinya untuk diselesaikan,” katanya. “Lebanon bisa dengan mudah menjadi zona perang yang luar biasa, dan ini adalah sesuatu yang tidak dapat kita atasi. Ini jelas merupakan ladang ranjau.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement