REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian mengungkapkan bahwa bos perusahaan "game art" dan animasi berinisial KCL yang berkantor di Menteng, Jakarta Pusat, sudah meninggalkan Indonesia beberapa hari lalu. KCL dilaporkan oleh anak buahnya berinisial CS atas dugaan perbuatan memaksa dengan ancaman kekerasan.
"Ada informasi diterima oleh Kasat Reskrim bahwa sekitar 29 Agustus 2024 terlapor sudah terdata meninggalkan Indonesia," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Polisi Ade Ary Syam Indradi kepada wartawan di Jakarta, Rabu (18/9/2024).
Ade Ary mengatakan informasi tersebut didapatkan dari hasil koordinasi antara Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Metro Jakarta Pusat dan Imigrasi Jakarta Pusat. Dia menjelaskan bahwa pelapor berinisial CS membuat dua laporan, yakni tentang perbuatan memaksa dengan ancaman kekerasan ke Polda Metro Jaya pada Kamis (5/9/2024).
Kemudian, korban CS membuat laporan tentang dugaan tindak pidana terkait Undang-Undang UU Cipta Kerja di Polres Metro Jakarta Pusat pada Ahad (15/9/2024). "Terlapor diduga sering menyuruh korban masuk kerja tujuh hari berturut-turut setiap bulan. Terkadang, korban tidak diperbolehkan untuk pulang," katanya.
Polres Metro Jakarta Pusat telah meminta keterangan kepada tiga orang dalam rangkaian penyelidikan, yakni korban dan karyawan perusahaan tersebut. "Pasti ditindaklanjuti, sesuai SOP ada tahapan-tahapannya, mulai dari pendalaman pihak terlapor hingga saksi-saksi," ujarnya.
Polisi juga terus berkoordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi (Disnakertransgi) DKI Jakarta untuk mencari tahu tentang pemilik gedung kantor yang digunakan terduga pelaku. Disnakertransgi DKI Jakarta mengungkapkan bahwa perusahaan "game art" dan animasi berinisial BS di Menteng, Jakarta Pusat, melanggar Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan terkait dugaan kekerasan pada Sabtu (14/9/2024).
Pasal-pasal yang diterapkan dalam kasus ini mencakup pasal 78 ayat (2) dan pasal 79 ayat (1) dan (2) UU Nomor 13 Tahun 2023 yang mengatur tentang pelanggaran batas kerja lembur dan hak cuti pekerja. Selain itu, pelanggaran tersebut juga disangkutkan dengan pasal 187 ayat (1) UU RI Nomor 13 Tahun 2003 yang menjelaskan sanksi pidana bagi pengusaha yang tidak memenuhi kewajiban ketenagakerjaan.