REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI Jakarta menilai gerakan yang mengajak masyarakat untuk tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan dapat dikenakan sanksi pidana. Hal itu juga berlaku terhadap gerakan "Anak Abah Tusuk Tiga Paslon" di Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta yang belakangan ramai di media sosial.
Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Partisipasi Masyarakat KPU Provinsi DKI Jakarta Astri Megatari mengatakan, gerakan dapat dipidana apabila di dalamnya ada imbalan yang dijanjikan. Pasalnya, memilih calon pemimpin pada dasarnya merupakan hak konstitusional masyarakat.
"Kalau politik uang itu kan jelas jelas pidana ya, dan juga misalnya, jadi memilih itu kan sebenarnya hak masing-masing warga apakah memilih atau tidak. Namun jika kita mengajak masyarakat untuk tidak memilih itu bisa dipidanakan," kata dia melalui keterangannya, Ahad (15/9/2024).
Astri menjelang, dalam Pasal 187A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada disebutkan bahwa setiap orang yang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih dapat dikenakan sanksi pidana. Pidana itu berkisar antara 36-72 bulan dan denda Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.
Dalam regulasi itu disebutkan bahwa pidana yang sama juga diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji. "Dari pasal tersebut dapat dimaknai bahwa yang dapat dikenakan sanksi pidana adalah jika ada unsur menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan," ujar Astri.
Ia menambahkan, KPU terus melakukan sosialisasi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. KPU juga disebut terus berupaya melakukan sosialisasi agar masyarakat menggunakan hak pilihnya secara baik dan benar.
"Jadi ini tentunya menjadi salah satu PR juga bagi kami untuk bisa bagaimana menjangkau seluruh lapisan masyarakat di DKI Jakarta supaya bisa ikut serta dan berpartisipasi dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur Jakarta dengan baik dan benar," kata dia.
Ia meyakini bahwa warga DKI Jakarta memiliki pengetahuan yang baik. Artinya, warga dapat secara kritis menilai masing-masing pasangan calon yang berlaga di Pilgub DKI Jakarta 2024.
"Jadi kami sangat optimistis dengan melihat profil warga DKI Jakarta, yang saat ini semakin berkembang, melek digital, justru itu yang membuat masyarakat Jakarta justru semakin kritis dalam memilih siapa yang akan memimpin gubernur Jakarta lima tahun ke depan," ujar Astri.