Selasa 03 Sep 2024 11:16 WIB

Ini Saling Kunjung Bersejarah Kristen dan Islam Sejak Masa Rasulullah

Lokasi hijrah perdana umat Islam adalah kerajaan Kristen Aksum di Ethiopia.

Adeeb Joudeh, seorang Muslim penjaga Gereja Makam Suci menunjukkan kunci kuno di rumahnya dekat Yerusalem.
Foto: Reuters
Adeeb Joudeh, seorang Muslim penjaga Gereja Makam Suci menunjukkan kunci kuno di rumahnya dekat Yerusalem.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Hubungan antara umat Kristen dan Muslim sudah terjalin sejak lama dan diwarnai saling kunjung. Meski terkadang diwarnai konflik, pada mulanya hubungan kedua komunitas tergolong hangat. Ada sejumlah pertemuan bersejarah antara perwakilan kedua agama.

Negeri Kristen Aksum di Ethiopia adalah lokasi hijrah pertama umat Islam. Rasulullah ﷺ pada 615 Masehi mendorong sejumlah sahabat melakukan hijrah ke kerajaan yang dipisah Laut Merah tersebut. Para sahabat itu terdiri atas 11 pria dan lima wanita, di antaranya Utsman bin Affan dan istrinya Ruqayah, Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam, dan Utsman bin Maz'un selaku ketua rombongan. 

Baca Juga

Di Ethiopia, utusan Quraisy mencoba menjelek-jelekkan umat Islam di hadapan Negus kerajaan itu. Namun sang raja Kristen terharu setelah dibacakan Surah Maryam dan akhirnya melindungi para imigran dari Makkah. Sehubungan perlindungan tersebut, Ethiopia jadi wilayah yang tak disentuh penaklukkan pasukan Muslim.

Sekitar tahun 631, Rasulullah ﷺ mengirimkan surat ke berbagai komunitas, mengajak mereka masuk Islam. Surat serupa juga dikirimkan kepada umat Kristen di Najran. Sebagai tanggapan, umat Kristen mengirim delegasi yang terdiri dari 60 orang termasuk 45 pendeta untuk mengunjungi Rasulullah ﷺ di Madinah.

Dalam kunjungan itu, utusan dari Najran dan Rasulullah ﷺ berdialog soal ajaran Islam dan Kristen. Rasulullah ﷺ juga sempat mengizinkan mereka beribadah di Masjid Nabawi. Pada akhirnya, kedua belah pihak gagal meyakinkan satu sama lain namun sepakat berdamai. Rasulullah ﷺ kemudian menjamin keamanan umat Kristiani atas kehidupan, agama, dan harta benda mereka.

Gereja Kristen Armenia juga mencatat bahwa pada 626 Masehi, Patriark Armenia Abraham I dari Yerusalem, melihat kebangkitan kekuatan Muslim dari Arabia. Ia kemudian berangkat ke Madinah dengan delegasi 40 orang terkemuka Armenia untuk bertemu dengan Nabi Muhammad ﷺ untuk mendapatkan perlindungannya. 

Perlindungan itu dilanjutkan Khalifah Umar bin Khattab saat pasukan Muslim berhasil menguasai Palestina dan Yerusalem pada  638 Masehi atau bertepatan dengan tahun 16 Hijriyah. 

Penyerahan kota suci itu dilakukan dari Patriark Sophronius kepada Khalifah Umar. Dikisahkan, ketika tiba di Yerusalem, Khalifah Umar mengunjungi tempat-tempat suci umat Nasrani, salah satunya adalah Gereja Makam Suci.

Saat sedang berada di gereja ini, waktu sholat umat Islam pun tiba. Uskup Sophronius pun mempersilakan Umar untuk shalat di tempat ia berada, tapi Umar menolaknya. ''Andai saya sholat dalam gereja, umat Islam akan mengenang kejadian ini dengan mendirikan sebuah masjid di sana, dan ini berarti mereka akan memusnahkan gereja,'' kata Umar.

photo
Pertemuan Santo Fransiskus dari Assisi dengan Sultan Sultan Malik Al Kamil pada abad ke-13. - (Public Domains)

Sejarah mencatat, Santo Fransiskus dari Assisi juga pernah berkunjung ke Damiata di Mesir pada 1219. Saat itu, bala tentara Eropa tengah mengepung Kota Damiata di bagian utara Mesir. Mereka adalah bagian pasukan perang salib gelombang kelima yang mencoba merebut kembali Yerusalem yang telah ditaklukkan Salahuddin Al Ayyubi sebelumnya.

Menurut versi gereja Katolik yang dibukukan sejumlah pencatat abad ke-13 seperti Eornul, Thomas dari Celano, dan Jacques de Vitry, Fransiskus bertolak ke Mesir untuk mengajak Malik Al Kamil, sultan kala itu, untuk memeluk agama Kristen.

Pada akhir pertemuan, Fransiskus dan Sang Sultan tetap memeluk agama yang mereka yakini dan menghormati pilihan masing-masing. Francis diizinkan Sultan Malik Al Kamil pulang ke Eropa. “Sultan memerintahkan Francis dibimbing ke kamp pasukan Kristen dengan banyak tanda kehormatan dan jaminan keamanan,” tulis Jacques de Vitry dalam karyanya History of the Orient. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement