Burhanuddin pun mengingatkan warganet untuk tidak teralihkan isunya kecuali fokus untuk mengawal putusan MK. Menurutnya, DPR saat ini tengah berupaya menyiasati putusan MK dengan cara tidak memberlakukan ambang batas hanya pada partai yang tidak punya kursi di DPRD, sementara partai yang punya kursi tetap diberlakukan aturan threshold 20-25 persen untuk bisa mencalonkan di pilkada.
Pegiat pemilu, Titi Anggraini juga mengritisi langkah Baleg DPR yang 'mendadak' membahas revisi UU Pilkada. Padahal, menurutnya, sudah sangat jelas, bahwa Putusan MK No.60/PUU-XXII/2024 mengatakan bahwa syarat threshold (ambang batas) pencalonan yang direkonstruksi itu berlaku baik untuk partai parlemen maupun nonparlemen.
"Kenapa wakil rakyat tidak bersuara seperti suara rakyat dan corong Konstitusi? Apakah rakyat sudah dianggap angin lalu oleh mereka?" kata Titi.
Titi mengingatkan DPR bahwa, putusan MK bersifat final dan mengikat serta berlaku serta merta bagi semua pihak atau erga omnes. Menurut Titi, jika sampai putusan MK disimpangi maka telah terjadi pembangkangan konstitusi dan bila terus berlanjut, Pilkada 2024 menjadi inkonstitusional dan tidak legitimate untuk diselenggarakan.