Selasa 20 Aug 2024 18:10 WIB

Sambut Putusan MK, PDIP: Tekan Politik Mahar

Parpol yang memenuhi syarat dapat memajukan kadernya pada Pilkada Serentak 2024.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Erik Purnama Putra
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Deddy Yevri Hanteru Sitorus.
Foto: Republika.co.id
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Deddy Yevri Hanteru Sitorus.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP PDIP Deddy Yevri Hanteru Sitorus memuji putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memastikan partai nonseat alias tidak memiliki kursi di DPRD bisa mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubenur. Hal itu tercantum dalam Putusan MK 60/PUU-XXII/2024 yang dimohonkan Partai Buruh dan Partai Gelora.

Deddy memandang, putusan tersebut dapat mencegah praktek politik mahar di ajang Pilkada Serentak 2024. "Dengan putusan ini maka politik mahar dalam pemilukada kabupaten/kota dan provinsi bisa ditekan seminimal mungkin," kata Deddy di Jakarta, Selasa (20/8/2024).

Baca Juga

Deddy menilai, putusan tersebut berpihak pada kedaulatan partai. Pasalnya, kini parpol yang memenuhi syarat dapat memajukan kadernya pada Pilkada Serentak 2024. "Parpol mau tidak mau dipaksa untuk mengusung orang-orang terbaik sebagai calon," ujarnya.

Deddy juga mengatakan, putusan tersebut memberi kesempatan bagi partai-partai non parlemen untuk ikut berpartisipasi dalam pemilukada. Sehingga, menurut dia, suara masyarakat dapat terserap lebih baik di ajang pilkada.

"Dengan demikian tidak ada suara rakyat yang hilang. Bagi partai-partai yang ada di parlemen tentu ini akan mendorong proses kaderisasi dan rekrutmen calon yang lebih baik," ujar Deddy.

Apalagi, sambung dia, putusan itu dapat membuat PDIP mengusung pasangan cagub atau awagub di Pulau Jawa. Hal itu terjadi setelah sebelumnya PDIP terhambat aturan untuk mengusung pasangan di Jakarta, lantaran tidak diajak Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus.

"Dengan ini kami memastikan bisa maju di daerah-daerah yang selama ini dikuasai oligarki tertentu seperti DKI, Jabar, Jatim, Jember, Banten, Papua dan sebagainya," ujar Deddy.

MK pada Selasa, menolak permohonan provisi para pemohon. Walau demikian, MK mengabulkan bagian pokok permohonan. MK menyatakan Pasal 40 Ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:

"Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi syarat sebagai berikut:

Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:

a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2. 000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen (sepuluh persen) di provinsi tersebut;

b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik perserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 persen (delapan setengah persen) di provinsi tersebut.

c. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemih tetap lebih dari 6.000.000(enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai poltk peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen (tujuh setengah persen) di provinsi tersebut

d. provinsi dengan jumah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedkt 6,5 persen (enam setengah persen) di provins itersebut;

Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon walikota dan calon wakil walikota:

a. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemlihn tetap sampai dengan 250.00 (dua ratus ima puluh ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai poltk peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen (sepuluh persen) di kabupaten/kota tersebut.

b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus ima puluh ribu) sampai dengan 500.00 (ima ratus ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikt 8,5 persen (delapan setengah persen) di kabupaten kota tersebut;

c. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemlihan tetap lebih dari 500.000 (ima ratus ribu) sampai dengan 1.000.00 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikt 7,5 persen (tujuh setengah persen) di kabupaten kota tersebut;

d. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa, parai politik atau gabungan partai poitik peseria pemiu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 persen (enam selengah persen) di kabupaten/kota tersebut;". 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement