Jumat 16 Aug 2024 10:30 WIB
NIKMAT MERDEKA

Memangkas Ketimpangan Pendidikan

Diperlukan waktu untuk mewujudkan cita-cita dari gerakan Merdeka Belajar.

Rep: Bayu Adji Prihammanda/ Red: Mas Alamil Huda
Siswa menjemur kain batik saat belajar membatik shibori sebagai implementasi program merdeka belajar, di SD Negeri 1 Kayangan, Diwek, Jombang, Jawa Timur, Jumat (2/2/2024).
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, Upaya memangkas ketimpangan pendidikan di Indonesia tak henti terus dikejar. Menurut Kepala Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan,Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Irsyad Zamjani, kesenjangan pendidikan merupakan isu yang tak lekang waktu. Bahkan, di negara maju sekalipun, masih terdapat ketimpangan pendidikan.

"Indonesia punya pengalaman kesenjangan pendidikan. Sebuah kawasan dengan 17 ribu pulau, 1.340 etnis, 715 bahasa daerah, dan 552 wilayah administratif, pasti menjadi lahan yang sangat subur untuk tumbuhnya kesenjangan, termasuk kesenjangan pendidikan," kata dia dalam Forum on Education and Learning Transformation (FELT) Indonesia 2024 di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta, Senin (22/7/2024).

Baca Juga

Menurut dia, diperlukan upaya dan komitmen, juga waktu, untuk mengatasi ketimpangan pendidikan yang terjadi di Indonesia. Ia menilai, komitmen dan upaya sebenarnya sudah dimiliki bersama, khususnya selama lima tahun terakhir melalui gerakan Merdeka Belajar.

Irsyad mengatakan, gerakan merdeka belajar merupakan sebuah reformasi besar untuk menghadirkan pendidikan yang berkualitas dan merata di kawasan terluar maupun terdalam Indonesia. Namun, masih diperlukan waktu untuk mewujudkan cita-cita dari gerakan itu. "Artinya, komitmen dan upaya besar ini harus terus menerus dijaga keberlanjutannya, lintas era, lintas administrasi," ujar dia.

Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Kemendikbudristek, Iwan Syahril, menjelaskan, gerakan merdeka belajar itu berawal dari kualitas pendidikan di Indonesia yang stagnan. Pasalnya, kualitas pendidikan terhadap murid di sekolah tak mengalami perubahan selama puluhan tahun.

Ia mengakui, sistem pendidikan Indonesia telah membawa progres yang signifikan dalam akses sekolah, terutama dalam 20-30 tahun terakhir. Menurut dia, tingkat partisipasi anak dalam hal pendidikan dasar itu telah mencapai 90 persen atau bahkan mendekati 100 persen.

"Tapi masalah kualitas, ketika anak berada di sekolah, itu ada penelitian schooling, learning? Apakah kemudian mereka belajar? Ternyata kita jalan di tempat dalam hal kualitas proses dan hasil belajar. Jadi semua episode di merdeka belajar itu ujungnya untuk memecahkan masalah krisis pembelajaran," kata Iwan.

Ia menjelaskan, hingga saat ini sudah ada 26 episode Merdeka Belajar. Puluhan episode itu dibuat tak lain untuk mengatasi krisis pembelajaran yang terjadi. Menurut Iwan, salah satu terobosan dalam gerakan Merdeka Belajar adalah menyentuh kalangan 50 persen bawah dari populasi. Ia mencontohkan, kebijakan yang dibuat untuk mengatasi itu adalah membedakan besaran dana bantuan operasional sekolah (BOS) antara sekolah di daerah satu dan daerah lainnya.

"Itu dulu sama di Indonesia. SD, di Papua dan Jakarta itu sama. SMP semua sama. Lalu kami coba buat terobosan, dan bisa membuat satuan biaya BOS berdasarkan indeks kemahalan daerah. Jadi makin daerah berat, nilai BOS makin tinggi. Harapannya ini bisa lebih memgakselerasi operasional sekolah di seluruh Indonesia," kata dia.

Selain itu, gerakan merdeka belajar juga menghasilkan kebijakan baru dalam proses penerimaan peserta didik baru (PPDB). Menurut dia, perubahan proses PPDB yang kini didasarkan pada sistem zonasi membuat terjadinya pemerataan pendidikan. "Implementasi kurikulum merdeka meningkatkan kemampuan numerasi di SD dan sederajat untuk daerah tertinggal angkanya tinggi. Demikian juga kemampuan literasi," kata dia.

photo
Tingkat pengangguran terbuka. - (Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement