Jumat 16 Aug 2024 10:30 WIB
NIKMAT MERDEKA

Memangkas Ketimpangan Pendidikan

Diperlukan waktu untuk mewujudkan cita-cita dari gerakan Merdeka Belajar.

Rep: Bayu Adji Prihammanda/ Red: Mas Alamil Huda
Siswa menjemur kain batik saat belajar membatik shibori sebagai implementasi program merdeka belajar, di SD Negeri 1 Kayangan, Diwek, Jombang, Jawa Timur, Jumat (2/2/2024).
Foto:

Kuliah tak Lagi Sekedar Jadi Mimpi untuk Syifa

Syifatul Haya (20 tahun) merupakan salah satu penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah di Universitas Garut, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Sudah empat semester, Syifa menerima manfaat dari program itu untuk meraih cita-citanya.

Anak kedua dari tiga bersaudara itu memang sejak awal ingin melanjutkan jenjang pendidikan ke universitas. Namun, kondisi ekonomi keluarga tak memungkinkan untuk membiayai perempuan itu masuk kampus. Bahkan, usai lulus SMA tiga tahun silam, ia harus bekerja terlebih dahulu karena niatnya untuk lanjut kuliah sempat tak dapat restu orang tua.

"Sempat kerja dulu, ngajar dulu, karena terbatas izin dari orang tua (untuk kuliah). Karena ekspektasi kuliah itu biayanya besar, jadi takut tidak bisa sampai selesai," kata mahasiswa jurusan Ilmu Jurnalistik di Universitas Garut itu kepada Republika, Senin (15/7/2024).

Ia menyebutkan, ayahnya yang bekerja sebagai buruh peternakan merasa tak yakin bisa menguliahkan anaknya. Sementara itu, ibunya juga hanya berusaha dengan membuka warung kecil di rumahnya.

Namun, Syifa tak kehilangan akal. Ia tetap menyimpan mimpinya itu sambil diam-diam mencari jalan untuk bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang kuliah. Hingga akhirnya, perempuan itu ingat bahwa selama sekolah dirinya telah masuk dalam program KIP. Ia pun mencari tahu lebih dalam terkait program itu untuk bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang kuliah.

Alhasil, Syifa mendaftar untuk bisa terdaftar dalam program KIP Kuliah. Tanpa disangka, ia pun lolos untuk bisa kuliah menggunakan beasiswa dari pemerintah itu. "Ya daftar aja dulu lah. Masalah keterima atau enggak, itu urusan nanti, yang penting udah berusaha. Akhirnya daftar, alhamdulillah keterima," kata dia.

Menurut dia, beasiswa KIP Kuliah sangat membantunya sebagai rakyat biasa. Pasalnya, uang yang didapat dari beasiswa KIP Kuliah per semesternya mencapai Rp 4,8 juta untuk biaya kuliah dan Rp 4,8 juta untuk biaya sehari-hari.

Ia mengaku tak lagi menyusahkan orang tua dengan adanya beasiswa itu. Apalagi, ia juga kuliah sambil bekerja sebagai pekerja lepas untuk menulis dan mendesain. "Jadi sangat terbantu. Ini juga bisa menjadi pembuktian bahwasannya keterbatasan ekonomi itu bukan juga ajang buat kita terbatas dalam bermimpi," kata Syifa.

Meski telah mendapatkan beasiswa KIP Kuliah, Syifa juga tetap harus rajin belajar. Pasalnya, di kampusnya terdapat persyaratan bahwa IPK penerima beasiswa KIP Kuliah tak boleh di bawah 3,5. "Jadi ada tanggung jawab juga buat jaga IPK tetap tinggi," kata perempuan yang ingin menjadi jurnalis itu.

Syifa mengatakan, adanya beasiswa KIP Kuliah itu sangat besar manfaatnya bagi masyarakat kecil. Karena itu, ia berharap masyarakat dapat memanfaatkan program itu dengan baik. Sebab, kondisi ekonomi bukan menjadi alasan untuk tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang kuliah.

"Kita semua itu sama punya kesempatan yang sama, punya kesuksesan juga yang sama, walaupun jalannya tadi berbeda. Ketika orang lain sudah difasilitasi atau sudah diberikan biaya oleh orang tua, kita harus menempuh jalan yang berbeda, tapi skenario yang Allah putuskan buat kita itu nggak semata-mata membuat kita merasa rendah, tapi ada hikmahnya, di mana ini jadi pembelajaran buat kita jauh lebih kuat lagi, lebih mandiri lagi," kata perempuan itu.

Sementara itu, salah seorang penerima KIP Kuliah lainnya, Lusiana Banda (21) juga mengaku sangat terbantu dengan beasiswa KIP Kuliah. Pasalnya, uang beasiswa dari program itu sangat berfungsi untuk membantu keluarga yang tidak mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

"Sangat sangat terbantu. Jadi kami enggak lagi bayar uang kuliah, bahkan dapat uang saku juga sekitar Rp 8,4 juta per semester. Jadi nggak minta orang tua lagi," mahasiswa semester enam jurusan Ilmu Komunikasi itu kepada Republika, Selasa (16/7/2024).

Perempuan asal Kabupaten Konawe itu memang ingin kuliah sejak masih duduk di bangku sekolah. Namun, ia tak pernah bermimpi untuk bisa kuliah di Jakarta. Beasiswa KIP Kuliah itu lah yang membawa Lusi bisa kuliah di Jakarta. "Soalnya kuliah ini kan biar bisa membanggakan orang tua dan membantu ekonomi keluarga," kata anak petani itu.

Sementara itu, orang tua Syifa, Acep Suherman (51), mengaku sangat terbantu dengan adanya beasiswa KIP Kuliah. Pasalnya, dengan beasiswa itu, anaknya bisa melanjutkan pendidikan sesuai kemauannya. "Alhamdulillah kami sangat bangga dengan perjuangan anak saya untuk mampu berkuliah," ujar dia.

Ia berharap, pendidikan yang ditempuh anaknya itu bisa membuat Syifa menjadi manusia yang bermanfaat dan dapat lebih mudah dalam mendapatkan rezeki. Apalagi, di keluarganya barus Syifa seorang yang bisa menempuh pendidikan hingga kuliah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement