REPUBLIKA.CO.ID, Stunting merupakan salah satu persoalan yang menjadi perhatian khusus pemerintahan Jokowi-Ma’ruf. Percepatan penurunan stunting pada balita termasuk program prioritas pemerintah sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Pemerintah RI berupaya memberantas stunting sejak hulunya atau sebelum bayi dilahirkan.
Berdasarkan target nasional pada tahun 2024, prevalensi stunting turun dari 24 persen hingga 14 persen. Guna mencapai target itu dinilai perlu penanganan khusus mulai dari pemerintah hingga tingkat keluarga. Setidaknya terdapat tiga upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah stunting, dimulai pada periode prakehamilan wanita.
Upaya tersebut adalah pemberian TTD (Tablet Tambah Darah) bagi remaja putri, pemeriksaan kehamilan dan pemberian makanan tambahan pada ibu hamil, serta pemberian makanan tambahan berupa protein hewani pada anak usia 6-24 bulan.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengakui keutuhan suatu bangsa negara sangat ditentukan oleh dua pihak, yaitu ibu dan anak. Muhadjir mengibaratkan bila perempuan di suatu negara baik dan kuat, maka kokohlah negara itu. Dan apabila perempuan itu ringkih dan lemah, maka akan roboh suatu negara itu.
"Marilah kita betul-betul berupaya menjaga, menghormati, dan melindungi ibu-ibu kita di dunia ini. Kemudian juga harus menjaga, merawat, dan melindungi anak-anak kita. Anak-anak kita yang akan menentukan kelangsungan bangsa Indonesia ke depan," kata Muhadjir belum lama ini.
Muhadjir menjelaskan, dalam upaya melindungi ibu dan anak, pemerintah telah melakukan berbagai macam intervensi sejak dini. Perempuan sejak remaja telah dipantau dan diberikan intervensi tablet tambah darah supaya tidak mengalami anemia kronis. Dia menyampaikan, apabila sampai mengalami anemia, maka saat menjadi ibu akan mengancam kondisi calon janin.
"Kalau sampai mengalami anemia maka bisa mengancam kondisi janin. Kalau janin tidak bagus maka taruhannya adalah masa depan Bangsa Indonesia. Melahirkan generasi yang tidak kuat, tidak cerdas, karena janin yang tidak sehat," ujar Muhadjir.
Kemudian, ketika ibu hamil sudah disiapkan program makanan tambahan dari Dana Desa dan Kemensos, serta diperiksa kesehatan janin di puskesmas menggunakan USG. Setelah melahirkan, anak balita dipantau dan dicek kesehatan secara menyeluruh untuk mendapatkan intervensi apabila mengalami stunting dan kurang gizi.
Muhadjir menyampaikan upaya pemerintah dalam mencegah stunting pada anak-anak dilakukan dengan gerakan Pengukuran dan Intervensi Serentak Pencegahan Stunting di seluruh Indonesia sepanjang Juni 2024 dengan alat pengukuran antropometri terstandar dan tenaga kesehatan yang terlatih. "Berdasarkan data, pengukuran yang dilakukan secara serempak sudah mencapai 96 persen balita di Indonesia atau sekitar 16 juta balita," ujar Muhadjir.
Muhadjir menjamin Pemerintahan Presiden Joko Widodo serius dalam memenuhi kesehatan gizi ibu dan anak. Pemerintah sudah memiliki program makanan tambahan untuk ibu dan balita. Kemudian, untuk periode pemerintahan selanjutnya akan dilakukan program pemberian makanan bergizi untuk anak-anak sekolah.
"Masa depan bangsa Indonesia akan sangat ditentukan oleh anak-anak. Karena itu marilah kita bersama-sama untuk terus mendorong pemerintah, masyarakat, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk memberikan perhatian khusus kepada anak-anak kita dan ibu-ibu kita," ucap Muhadjir.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dokter Hasto Wardoyo menyebut, Ibu Kota Nusantara (IKN) dapat menjadi percontohan untuk tidak melahirkan stunting baru. Untuk itu, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) wajib menjadi perhatian utama pemerintah.
"Saya sudah sampaikan kepada pemerintah daerah setempat, bahwa caranya tidak sulit. Ketika penduduk jumlahnya 200 ribu, itu setiap 1.000 penduduk yang ada di sekitar IKN hanya akan melahirkan sekitar 16 orang setiap tahunnya. Maka, kalau 200 ribu ya tugasnya mencegah kelahiran stunting pada 3.200 orang, sehingga zero stunting," ujar dokter Hasto.
Mengutip arahan Presiden mengenai data sasaran intervensi yang harus benar-benar detail, dokter Hasto mengatakan, BKKBN siap mendukung IKN dengan data keluarga by name by address yang ada di kawasan IKN. Data tersebut terdiri secara rinci, termasuk status risiko stuntingnya.
"Kami punya Tim Pendamping Keluarga di sekitar IKN. Merekalah yang setiap hari mencatat siapa yang menikah, hamil, dan melahirkan. Kalau per tahun ada 3.200 ibu hamil, maka bisa dikira-kira sebulan ada 250 ibu hamil, per harinya tidak sampai 10 yang melahirkan di IKN," ucap dokter Hasto.
Lebih lanjut, dokter Hasto menyebut risiko keluarga berisiko stunting berikutnya adalah calon pengantin. Sekitar 80 persen yang menikah hamil di tahun pertama. "Sebagian besar orang Indonesia menikah tujuannya prokreasi, semua ingin punya anak. Berbeda dengan negara maju, ada yang untuk rekreasi, ada juga yang menikah tujuannya security, hanya untuk mendapatkan perlindungan karena ada suami," ucap dokter Hasto.
Dokter Hasto mengatakan, penting untuk setiap calon pengantin agar diskrining sebelum menikah, wajib diperiksa status kesehatannya. Sehingga profil kesehatan di wilayah IKN bisa direkayasa. "Dalam arti rekayasa positif, by design, bisa kita siapkan. Dengan catatan ada aturan yang ketat, mau nikah harus periksa dan menunjukkan sertifikat kalau sudah diperiksa," ucap Hasto.
Di sisi lain, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berupaya memastikan setiap anak tumbuh dan berkembang melalui intervensi pencegahan stunting. Sebab stunting masih menjadi masalah kesehatan serius di Indonesia. Angka stunting di Indonesia masih jauh dari target penurunan sebesar 14 persen pada 2024. Menurut Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevalensi stunting nasional sebesar 21,5 persen, turun sekitar 0,8 persen bila dibandingkan tahun sebelumnya.
Juru Bicara Kemenkes M Syahrir mengatakan, untuk mencapai target itu, pemerintah telah melakukan dua intervensi, yakni intervensi gizi spesifik dan intervensi sensitif. Syahrir menjelaskan, intervensi gizi spesifik berfokus pada penanganan penyebab langsung stunting, seperti kekurangan asupan makanan dan gizi dan penyakit infeksi. Sedangkan intervensi gizi sensitif menyasar keluarga dan masyarakat karena berkaitan dengan penyediaan air bersih dan peningkatan akses pangan.
"Pada umumnya, intervensi gizi spesifik dilakukan oleh sektor kesehatan, dalam hal ini Kemenkes. Intervensi spesifik dilakukan dengan menyasar remaja putri, ibu hamil, bayi, dan balita," ujar Syahrir.
Program intervensinya yakni mencegah remaja putri anemia melalui pemberian tablet tambah darah sepekan sekali, melakukan pemeriksaan kehamilan pada ibu hamil minimal enam kali, dan memberikan tablet tambah darah pada ibu hamil.
Selain itu, Kemenkes mendorong pemberian ASI eksklusif enam bulan, memantau pertumbuhan balita setiap bulan di posyandu, melakukan pemberian makanan pendamping ASI kaya protein hewani pada balita 6-23 bulan, serta menerapkan tata laksana balita bermasalah gizi dan imunisasi dasar lengkap. "Ini untuk mencegah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi," ucap Syahrir.