Jumat 16 Aug 2024 08:30 WIB
NIKMAT MERDEKA

Infrastruktur Sehat, Negara Kuat

Infrastruktur telah menjadi prioritas pemerintah dalam 10 tahun terakhir.

Rep: Frederikus Bata, Muhammad Nursyamsi/ Red: Ahmad Fikri Noor
Presiden Joko Widodo (ketiga kiri) meninjau Jalan Tol Pamulang-Cinere-Raya Bogor usai diresmikan di Gerbang Tol Limo Utama, Depok, Jawa Barat, Senin (8/1/2024).
Foto:

Mengatasi Darurat Transportasi Umum

Angkutan umum semakin menjadi kebutuhan dasar masyarakat terutama bagi yang hidup di perkotaan. Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno dalam tulisannya meminta tindakan khusus dari pemerintah agar benar-benar-benar fokus mengurusi hal ini.

Dengan adanya transportasi yang memadai, diharapkan tidak mengganggu kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Djoko mencontohkan kasus mangkraknya perumahan bersubsidi. Pemicunya karena pembeli menyadari hunian miliknya jauh dari jalur transportasi umum. Ada biaya tambahan. Akibatnya, pemilik rumah tersebut memilih ngekos atau sewa di tempat yang dekat dengan lokasi kerja.

Itu gambaran nyata tentang pentingnya jalur transportasi umum. Idealnya dekat dengan tempat tinggal penduduk. Layanan angkutan umum yang buruk, lanjut Djoko tidak hanya berdampak buruk pada kemacetan lalu lintas tapi juga pencemaran udara, kecelakaan lalu lintas, kesehatan, dan ekonomi biaya tinggi.

"Juga berita terkini, sejumlah perumahan subsidi mangkrak, akibat tidak ada layanan angkutan umum, sehingga enggan membeli rumah itu walau sudah mendapat subsidi," katanya dalam pesan kepada Republika.co.id, beberapa waktu lalu.

Djoko menilai Indonesia sedang mengalami darurat angkutan umum. Meski, ujarnya, di Pulau Jawa dan sebagian Pulau Sumatera telah terhubung jaringan jalan tol dan telah membangkitkan bisnis angkutan umum antarprovinsi semakin membaik. Adanya bus Antar Kota Antar provinsi (AKAP) jenis sleeper bus, double decker, serta menjamurnya bisnis angkutan travel antar kota atau Angkutan Jemput Antar Perkotaan (AJAP) menandakan keberhasilan angkutan umum jarak jauh.

Namun, Djoko mencatat, Angkutan Kota Dalam Provinsi (AKDP), angkutan perkotaan, angkutan perdesaan justru makin terpuruk. "Bahkan, banyak kota di Indonesia sudah tidak memiliki layanan angkutan umum," ujar Djoko.

photo
Suasana Terminal Bus Leuwipanjang Kota Bandung. - (Edi Yusuf/Republika)

Dari 38 ibukota provinsi, baru 15 kota mencoba membenahi angkutan umum berbadan hukum dan diberikan subsidi. Itupun hanya Kota Jakarta yang mandiri (karena APBD mencukupi), selainnya ada pemda yang masih tergantung bantuan APBN (mendapat stimulus), seperti Pemkot Bogor (Trans Pakuan), Pemkot Bekasi (Trans Patriot), Pemkab Banyumas (Trans Banyumas), Pemkot Bandung (Trans Metro Pasundan), Pemkot Palembang (Trans Musi Jaya), dan Pemprov Bali (Trans Metro Dewata).

Djoko mengatakan, pembenahan angkutan umum tidak bisa berhenti hanya di Kementerian Perhubungan. Keikutsertaan Bappenas dan Kementerian Dalam Negeri juga diperlukan. Tidak kalah pentingnya alokasi anggaran dari Kementerian Keuangan untuk keberlangsungannya dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK).

Djoko memahami, tak mudah membenahi angkutan umum di Indonesia yang sudah lama dibiarkan tidak berkembang. Sebagai contohnya, di Kota Semarang beroperasi Bus Trans Semarang tahun 2009, setelah dirintis sejak 2005. Bus Trans Jateng beroperasi tahun 2017, butuh waktu delapan tahun sejak 2009 dilakukan kajian, perencanaan, sosialisasi hingga pengalokasian anggaran. Pendekatan kepada operator eksisting memerlukan waktu diskusi cukup lama. Sementara Program Pembelian Layanan (buy the service/BTS) dirintis sejak akhir tahun 2017, baru efektif beroperasi Juni 2020.

"Semua itu membutuhkan proses dan melibatkan semua pihak yang berkepentingan. Itupun Program BTS hingga sekarang masih harus dilakukan proses penyempurnaan agar mendapatkan model yang tepat dalam mengelola angkutan umum bersubsidi di Indonesia," kata Djoko.

Penyediaan transportasi umum perkotaan yang memadai menjadi semakin diperlukan karena data penggunanya juga terus meningkat. Di ranah layanan kereta, PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI mencatat jumlah penumpang KRL, Kereta Api Lokal, dan LRT Jabodebek menunjukkan tren yang meningkat. Pada Januari hingga Juli 2024, volume penumpang KRL tercatat sebanyak 191.895.323 penumpang atau naik 15,89 persen dari periode yang sama di tahun 2023 sebanyak 165.581.152 penumpang.

Vice President Public Relations KAI Anne Purba mengatakan tren yang sama juga terjadi pada angkutan penumpang KA Lokal. Anne menyampaikan jumlah penumpang yang berhasil diangkut pada semester I 2024 sebanyak 20.694.169 penumpang atau naik 9,84 persen dari periode yang sama pada 2023 sebanyak 18.840.027 penumpang.

"Antusias masyarakat dalam menggunakan layanan KA perkotaan terbaru yaitu LRT Jabodebek untuk aktivitas sehari-hari seperti bekerja, sekolah dan lainnya juga sangat tinggi," ujar Anne.

Anne mengatakan, LRT Jabodebek telah melayani sekitar 15,2 juta penumpang sejak Agustus 2023 hingga Juli 2024. Tingginya volume tersebut juga menunjukan kereta perkotaan kini semakin menjadi solusi transportasi bagi masyarakat urban di wilayah Jabodebek.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement