Rabu 14 Aug 2024 09:37 WIB

Analis Malaysia Minta Negaranya Tiru Hal Ini dari Indonesia Agar Bisa Raih Emas Olimpiade

"Kita tak usah pergi jauh dan jadikan Indonesia sebagai contoh," kata Sadek.

Rep: Andri/ Red: Andri Saubani
Bendera Malaysia (ilustrasi)
Foto: Reuters
Bendera Malaysia (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Di Olimpiade Paris 2024, Malaysia 'hanya' berhasil meraih dua medali perunggu dari cabang bulu tangkis. Yakni dari tunggal putra Lee Zii Jia dan pasangan ganda putra Aaron Chia-Soh Wooi Yik.

Raihan medali dari tiap olimpiade membuat Malaysia memperpanjang masa paceklik medali emas meski sudah hampir 70 tahun mengikuti pesta olahraga empat tahunan itu. Pencapaian di Paris 2024 bahkan dinilai masih kurang memuaskan dibandingkan edisi Olimpiade Tokyo, di mana Malaysia masih mampu meraih satu perak yang diraih Mohd Azizulhasni dan satu perunggu dari Aaron-Wooi Yik.

Baca Juga

Akademisi dari Universitas Teknologi Mara (UiTM) Shah Alam, Mohd Sadek Mustafa berpandangan sudah tiba saatnya bagi Malaysia untuk melirik cabang olahraga lain daripada hanya fokus ke cabang olahraga tertentu yang populer. Ia berpandangan, Malaysia perlu menjadikan negara tetangga seperti Indonesia sebagai contoh, yang mampu meraih emas dari panjat tebing dan angkat besi, saat bulu tangkis tidak bisa meneruskan tradisi emas.

"Kita tak usah pergi jauh dan jadikan Indonesia sebagai contoh. Olimpiade ini (Paris 2024) mereka tak dapat emas dari badminton tapi dapat dari angkat besi dan panjat dinding," kata Mustafa kepada Bernama, Selasa (13/8/2024).

“Kita juga boleh melirik olahraga-olahraga berpotensi meraih emas seperti kano dan kayak, karena kita ada atlet-atlet berbakat dan fasilitas yang bagus. Olahraga itu tidak bertumpu pada aspek fisik tapi juga teknologi alat bantu olahraga itu," ujarnya menambahkan.

Sadek juga menyarankan negaranya mencontoh bagaimana negara seperti China menerapkan metode dalam pembinaan atlet. Ia menyoroti perekrutan atlet di tiap cabang olahraga selain pembibitan usia muda.

"Harus ada perubahan dari segi mentalitas. Pelatih-pelatih di level nasional harus punya faktor X. Contoh, pelatih seperti Pep Guardiola menerapkan data dan analisis dalam pendekatan pelatihannya. Kita butuh pelatih yang bisa mematok prestasi atlet mereka sebagai prioritas utama," kata Sadek dikutip New Straits Times.

Sadek melanjutkan, harus ada masukan multilateral dalam kepelatihan. Apapun metode latihan yang bisa membuat atlet berkembang, wajib dipelajari. 

Menurut Sadek, pelatih di tiap cabor juga wajib mamu berinovasi dan memasukkan psikolog dalam tim kepelatihan. Ia mencontohkan bagaimana tim China menghadapi perang psikologi dari tim lawan di Paris 2024 yang membuat China menjadi tim yang unggul.

"Perang psikologi China adalah hal lain yang bisa kita pelajari dan adaptasi. Fokus atlet-atlet mereka tak terpengaruh meski coba diganggung secara psikologis," kata Sadek.

"Harus ada pergantian pola pikir dalam menyiapkan atlet-atlet kita. Kita punya empat tahun lagi untuk persiapan menghadapi olimpiade mendatang. 48 bulan dan kita butuh segera untuk memulai persiapannya."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement