REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bayu Adji P, Bambang Noroyono, Antara
Lewat rekaman video yang beredar pada Ahad (11/8/2024) sore, Airlangga Hartarto mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar. Dalam video itu, Airlangga menjelaskan alasan dia mundur karena ingin menjaga keutuhan Partai Golkar dan memastikan stabilitas selama transisi pemerintahan dari Presiden RI Joko Widodo ke pemerintahan Prabowo Subianto sebagai pemenang Pilpres 2024.
"Dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, serta atas petunjuk Tuhan Yang Mahabesar, maka dengan ini saya menyatakan pengunduran diri sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar," kata Airlangga dalam video tersebut.
Politikus sekaligus budayawan Soegeng Rahardjo Djarot alias Eros Djarot menilai pengunduran diri Airlangga Hartarto dari jabatannya sebagai Ketum DPP Partai Golkar dapat diistilahkan sebagai kudeta Golkar. Menurut dia, patut diwaspadai adanya upaya seseorang yang ingin menjadi Ketum Partai Golkar, tetapi tidak mengikuti ketentuan anggaran dasar dan rumah tangga (AD/ART) partai sehingga berupaya menggunakan cara-cara lain.
"Saya rasa kalau ada istilah kudeta Golkar ya, kalau ada istilah begitu rasanya enggak salah juga ya," kata Eros ditemui usai acara peluncuran buku biografi anggota DPR RI periode 1987—1997 Palar Batubara berjudul 75 Tahun Bang Palar Batubara, Jiwa Sang Patriot di Jakarta Selatan, Ahad (11/8/2024).
Eros menilai mundurnya Airlangga dari kursi pimpinan partai berlambang pohon beringin itu misterius sehingga tak pelak memunculkan pertanyaan-pertanyaan, termasuk apa desain politik setelah Airlangga mundur.
"Kalau dibilang secara ikhlas (mundur) kok enggak terbaca ya, kalau mundur terkait pertimbangan yang sifatnya menyelamatkan negara, kok kayaknya juga kurang kuat alasannya. Jadi mundurnya kenapa?" tuturnya.
Ia mengaku heran sekaligus menyayangkan peristiwa mundurnya Airlangga sebagai Ketum Partai Golkar. "Golkar yang sebetulnya partai yang cukup mengakar sejak lama, kok semudah itu rontok ataupun dipereteli seperti ini," ucapnya.
Golkar merupakan partai yang memiliki kesejarahan khusus di Indonesia. Sehingga dia menyayangkan apabila kemudian menjadi pemenuh hajat politik seseorang.
"Yang paling penting sangat menyedihkanlah, artinya Golkar itu aset bangsa, aset nasional sehingga keberadaan Golkar yang sehat itu diperlukan bangsa ini. Akan tetapi, kalau Golkar yang menjadi alat kekuasaan yang pragmatis dan sementara itu bahaya," kata dia.
Halaman 2 / 4
Pengamat politik Adi Prayitno mengatakan bahwa pengunduran diri Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Partai Golkar menimbulkan tanda tanya. Menurut dia, pengunduran diri tersebut berbanding terbalik dengan kepemimpinan Airlangga di Partai Golkar yang membuat perolehan kursi pada Pemilu 2024 meningkat.
"Saya kira semua orang kaget dengan pengunduran Airlangga yang terkesan tiba-tiba dan mendadak karena selama ini memang isu terkait munaslub (musyawarah nasional luar biasa) itu tak pernah sukses ya," kata Adi dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Ahad.
Walaupun demikian, Adi mengatakan bahwa mundurnya Airlangga membuat pergantian kepemimpinan di Partai Golkar selalu berubah dalam situasi yang tidak wajar. Sebelumnya, kata dia, sempat terjadi konflik internal saat Setya Novanto terpilih untuk menjabat sebagai ketua umum partai tersebut.
"Kalau kita melihat kecenderungan secara umum, Ketua Umum Partai Golkar itu selalu lahir dari situasi yang tidak normal. Ketua Umum Partai Golkar sebelum Airlangga, Setnov, itu jadi Ketum Partai Golkar di tengah konflik internal Golkar pada saat itu. Kalau tidak salah konflik internal antara kubu Aburizal Bakrie dan Agung Laksono," jelasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa Airlangga terpilih menjadi ketua umum pada saat Setnov berurusan dengan permasalahan hukum. Bahkan, kata dia, pada 2004, Akbar Tanjung yang menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar, dan berhasil meraih perolehan pileg terbanyak harus disingkirkan dan diganti oleh Jusuf Kalla.
"Kondisi-kondisi yang semacam ini sebenarnya membuat pergantian Ketum Golkar memang selalu diawali oleh situasi yang sebenarnya tidak normal dan tidak kondusif. Jadi, kalau tiba-tiba Airlangga mundur, ya, ini tentu makin memperpanjang betapa suksesi kepemimpinan di Partai Golkar itu selalu diwarnai oleh kondisi-kondisi yang tidak normal," katanya.
Halaman 3 / 4
Pengamat politik Ray Rangkuti menilai, pernyataan mundur Airlangga jelas sangat mengejutkan dunia politik Indonesia. Menurut dia, alasan Airlangga untuk mundur itu tidak terdengar logis, jelas, dan konstitusional.
"Pengunduran diri AH (Airlangga Hartarto) itu terdengar aneh, tiba-tiba, dan tentu saja mengejutkan," kata dia melalui pesan kepada Republika, Ahad (11/8/2024).
Direktur Eksekutif Lingkar Madani itu menjelaskan, umumnya ketum partai akan mundur ketika melakukan tindakan hukum, tidak bisa menjalankan program, atau melanggar aturan partai. Menurut dia, tiga hal ini tidak ditemukan dalam pemunduran diri Airlangga.
Sebaliknya, menurut Ray, Airlangga justru sukses membawa Partai Golkar meningkatkan perolehan suara pada Pemilu 2024. Pada saat yang sama, Airlangga juga sukses pula memenangkan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusung Partai Golkar.
"Tidak ada alasan konstitusional, rasional dan kinerja yang memungkinkan tuntutan pemunduran diri AH," ujar dia.
Ia menambahkan, dalam beberapa kesempatan, Airlangga juga selalu mengungkap kesuksesannya selama memimpin Partai Golkar. Di sisi lain, tidak terdengar desakan dari internal partai yang ingin melengserkan Airlangga.
Bahkan, Airlangga juga sudah menerima dukungan dari berbagai organisasi sayap partai untuk melanjutkan kepemimpinannya di Partai Golkar. Meningat, pelaksanaan Musyawarah Nasional Partai Golkar sudah makin dekat.
"Maka, kesimpulan dari semua yang disebutkan di atas, pengunduran diri ini sebagai sesuatu yang sulit dinalar," kata dia.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook