REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bulu tangkis sejak pertama kali dipertandingkan di Olimpiade 1992 Barcelona menjadi cabang yang paling sukses di pentas multievent terbesar di dunia ini. Susy Susanti dan Alan Budikusuma yang kemudian menjadi suami-istri mampu mengawinkan medali emas Olimpiade.
Empat tahun berselang di Olimpiade Atlanta 1996 ada pasangan ganda putra Rexy Mainaky/Ricky Subagja. Tahun 2000 di Sydney giliran Candra Wijaya/Tony Gunawan. Taufik Hidayat mempersembahkan medali emas di Olimpiade Athena 2004. Empat tahun kemudian di Beijing kembk ganda putra yang menyumbang medali emas melalui Markis Kido /Hendra Setiawan.
Pada 2012 di London Bulu tangkis tak mampu mempersembahkan sekeping medali pun. Tantowi Ahmad/Lilyana Natsir kemudian meraih emas di Olimpiade Rio de Janeiro 2016.
Ganda putri mencetak sejarah saat Olimpiade Tokyo 2021. Di mana Greysia Polii/Apriyani Rahayu meraih medali emas. Di Paris 2024, bulu tangkis hanya meraih media perunggu melalui Gregoria Mariska Tunjung.
Di Kota Mode dunia ini justru angkat besi yang pada Olimpiade sebelumnya hanya meraih perak dan perunggu menjelma menjadi medali emas melalui Rizki Juniansyah, lifter muda berusia 21 tahun. Selain angkat besi, cabor panjat tebing lewat Veddriq Leonardo yang juga melakukan debutnya di Olimpiade juga meraih medali emas di nomor Men's Speed.
Sebelum berangkat ke Paris, bulu tangkis masih menjadi tumpuan untuk meraih emas Olimpiade 2024. Namun, kenyataannya dua sektor yang diunggulkan tunggal putra tak mampu lolos grup, dan ganda putra tumbang di perempat final.
Ketua umum PP PBSI Agung Firman Sampurna kemudian mengeluarkan pernyataan bahwa kemungkinan pada pemain tidak kuat mental karena beban yang berat ditargetkan untuk meraih emas. Ketika dihubungi Republika.co.id, Jumat (9/8/2024) Agung Firman belum mau memberikan komentarnya atas pencapaian bulu tangkis yang hanya meraih satu perunggu.
"Kita sedang Munas ini. Tanggapan lengkap mengenai pencapaian hasil Olimpiade Paris 2024 setelah Munas ya," jawab Agung Firman singkat.