REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPD RI Yorrys Raweyai mengungkapkan pangkal permasalahan dalam kericuhan di rapat paripurna DPD pada Jumat (12/7/2024) lalu. Yorrys menerangkan kericuhan tersebut merupakan puncak permasalahan yang sudah berlangsung di era pimpinan DPD RI periode 2019-2024. Yorrys menyebut kericuhan itu tak serta merta terjadi dengan sendirinya.
"Ini dari satu sebab akibat yang berkepanjangan," kata Yorrys dalam konferensi pers di Jakarta pada Selasa (16/7/2024).
Yorrys menjelaskan awal permasalahan ini setelah adanya perubahan drastis sejak 6 bulan lalu. Saat itu ada upaya untuk dua periode yang dilakukan oleh kelompok status quo. Salah satunya Ketua DPD La Nyalla Mattalitti bersama dengan Wakil Ketua DPD Nono Sampono.
"Saya kira teman-teman pasti tahu bahwa dalam proses itu kemudian ada pemaksaan untuk 2 periode dengan konsep kembali ke Undang-Undang Dasar 1945. Kemudian memaksakan untuk 0 persen dalam Pilpres. Karena beliau kepingin menjadi presiden. Ini awal mula," ujar Yorrys.
Selanjutnya, Yorrys menyinggung kelirunya sistem manajemen. Hal ini diperparah pimpinan DPD yang menurutnya terkesan otoriter. "Terlalu memikirkan kepentingan status quo yang mereka bentuk yang mereka sudah rancang itu," ujar Yorrys.
Yorrys menegaskan kelompok yang menentang status quo ini ialah kelompok perubahan. Yorrys yang masuk dalam kelompok ini berupaya mengubah tata tertib yang diatur di DPD periode sebelumnya.
"Ini berkelanjutan sampai kurang lebih satu tahun muncul ide dan gagasan bagaimana mencoba mengubah tata tertib dari sistem yang sudah ada di dalam tata tertib, menjadi paket. Dengan berbagai macam cara yang mereka coba untuk menggagas dengan melakukan strategi-strategi," ucap Yorrys.
Wakil Ketua Pansus Tata Tertib DPD RI, Hasan Basri mengakui perubahan tata tertib (tatib) sepihak yang dipimpin Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti dalam rapat paripurna itu. Ia menduga tindakan itu cenderung dipaksakan demi kepentingan pribadi.
"Memang pada sidang paripurna. Ada kesewenang-wenangan pimpinan merancang tata tertib yang mereka rancang dan susun sendiri," ujar Hasan.
Pada Pasal 46 ayat 2 Tatib DPD RI diatur bahwa pimpinan DPD RI terdiri atas satu orang Ketua dan tiga orang wakil ketua meliputi Wakil Ketua I, Wakil Ketua II, dan Wakil Ketua III. Komposisi ini wajib mencerminkan keseimbangan wilayah dan bersifat kolektif kolegial. Tapi, aturan ini mau diubah.
"Perubahan Tatib DPD RI melanggar peraturan nomor 1 tahun 2022 tentang Tata Tertib DPD RI terkait pimpinan DPD," ujar Hasan.
Sebelumnya, kericuhan muncul saat Rapat Paripurna DPD ke-12 Masa Sidang V Tahun Sidang 2023-2024, Jumat (12/7/2024). Kericuhan ini terjadi ketika Pimpinan DPD RI La Nyalla Mahmud Mattalitti ingin mengetok palu guna mengesahkan tata tertib DPD RI. Tata tertib ini menyangkut pemilihan paket pimpinan DPD periode berikutnya. Hal ini mendatangkan interupsi berjamaah dari para anggota DPD RI.