Kamis 04 Jul 2024 10:41 WIB

Kapolda Sumbar Soal Afif: Kalau Keluar Rumah Jam Tiga Dini Hari, ya Pasti Anak Kurang Baik

Kapolda Suharyono meyakini Afif Maulana meninggal karena melompat dari jembatan.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Mas Alamil Huda
Kapolda Sumatra Barat (Sumbar) Irjen Suharyono (kanan).
Foto:

Fakta lain, kata Indira, adalah tentang kondisi tubuh saksi-saksi korban yang ditangkap bersama anak AM. Peristiwa Jembatan Kuranji berawal dari penangkapan sekitar 18 anak-anak remaja yang dilakukan personel Sabhara Polda Sumbar, Ahad (9/6/2024) subuh, atau sekitar pukul 03.30 WIB.

Penangkapan itu karena kepolisian menduga akan terjadi tawuran. LBH Padang mewawancarai tujuh anak dan remaja yang ditangkap. “Tujuh orang tersebut, lima anak-anak. Dan dua kategori dewasa,” ujar Indira.

Saat mewawancarai, tampak fisik tubuh anak-anak dan remaja tersebut sudah ‘dilumuri’ luka-luka. “Kami menemukan tanda-tanda kekerasan di dalam tubuh mereka. Ada yang bekas sulut rokok, ada yang bekas dilecut dengan rotan, dan ada bekas tendangan. Dan kami mengklarifikasi semua cerita yang mereka alami,” kata Indira.

Menurut Indira, luka-luka yang dialami tujuh anak-anak dan remaja itu membuka kesimpulan tentang luka-luka pada jasad anak AM juga akibat tindakan kekerasan dan penyiksaan yang sama. Pun, kata Indira, LBH Padang selama menjadi pendampingan hukum masyarakat, kerap menemui korban-korban kekerasan yang selama ini juga dilakukan kepolisian. Dan tindakan-tindakan kekerasan kepolisian dalam memproses orang-orang berperkara pidana, sudah menjadi pembiaran selama ini.

Selanjutnya, Indira mengungkapkan, temuan lainnya terkait usaha menetralisir keadaan yang dilakukan kepolisian dalam menggeser dugaan prilaku kekerasan menjadi suatu peristiwa yang lumrah. Seperti, kata Indira, dari cerita keluarga anak AM yang mengaku diminta kepolisian mengikhlaskan kematian anak AM. Pembujukan agar ikhlas tersebut, mulai dari desakan agar pihak keluarga menandatangani perjanjian tak melakukan penuntutan terhadap kepolisian. Sampai pada larangan otopsi juga desakan agar jasad anak AM langsung dimakamkan.

Indira menceritakan, ketika pihak keluarga anak AM datang ke Polsek Kuranji untuk melihat, sekaligus langsung membawa jenazah anak AM, pihak kepolisian menyodorkan dokumen. “Keluarga diminta kemudian menandatangani surat tidak menuntut apa-apa. Dan itu sudah menjadi modus kepolisian untuk mengaburkan peristiwa kekerasan dan penyiksaan yang kami yakini menjadi sebab anak AM meninggal dunia,” kata Indira.

Dia tidak mengatakan apakah keluarga setuju dengan surat ‘tak menuntut’ itu. Tetapi dalam surat tersebut, kata Indira, pun ada klausul yang menyatakan agar keluarga setuju mengakui tewasnya anak AM lantaran terlibat kenakalan remaja. “Kami temukan juga pihak keluarga yang diminta menyatakan, anaknya itu adalah pelaku tawuran. ‘Ini meninggal karena tawuran’. Sejak awal sudah diframing untuk seperti itu. Dan diminta untuk jangan (kematian anak AM) diangkat, karena disebutkan oleh kepolisian kepada keluarga, bahwa ini aib,” ujar Indira.

Masih di Polsek Kuranji, kata Indira, pihak keluarga anak AM pun saat pengambilan jenazah diminta agar tak melakukan otopsi. “Karena alasan aib bagi keluarga yang disampaikan tadi, karena anaknya (AM) pelaku tawuran,” ujar Indira.

Namun pihak keluarga yang didampingi oleh LBH Padang setuju ‘ingkar’ dengan memaksa melakukan otopsi. Pun itu, kata Indira, masih ada penghalang-halangan lanjutan oleh kepolisian. Yaitu dengan saran agar otopsi di RS Bhayangkara. Padahal mulanya, kata Indira, pihak keluarga menghendaki otopsi di RS Djamil.

“Ketika sudah sepakat untuk otopsi, diminta untuk melakukannya di RS Bhayangkara, dengan alasan di RS Djamil berbayar. Makanya, keluarga memilih untuk menerima untuk otopsi ke RS Kepolisian,” ujar Indira.

Saat otopsi dilakukan, pihak keluarga juga dilarang mendampingi. “Setelah diotopsi, keluarga dilarang untuk memandikan dan mengafani jenazah. Jadi keluarga meminta pihak rumah sakit yang memandikan, dan mengafani. Dan pihak keluarga cuma ditinggalkan wajahnya (anak AM) yang boleh dilihat,” ujar Indira. Keluarga, juga dilarang mendokumentasikan jasad anak AM dalam bentuk foto maupun video sebelum dilakukan pemakaman. “Dari yang dijelaskan tadi, membuat kami (LBH Padang) sangat yakin, kematian anak AM ini, adalah korban penyiksaan,” ujar Indira.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement