REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada Maret 1602, para saudagar Belanda membentuk kongsi dagang Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC/Kompeni). Tiga tahun berikutnya, VOC menyerang benteng Victoria milik Portugis di Ambon, Kepulauan Maluku.
Sementara itu, Kesultanan Ternate sebagai daulah Islam di Maluku mengalami kesulitan untuk membendung armada Spanyol yang terus menggempur dari Filipina. Kendala ini tetap tidak teratasi meski Ternate telah bersekutu dengan Kerajaan Mindanao.
Sejak mula kedatangannya, Kompeni bersikap netral agama. Para pedagang Belanda hanya meneruskan tradisi Protestan yang menganggap penting perniagaan selayaknya etika kehidupan.
Namun, mereka juga bersikap antipati terhadap Spanyol yang beragama Katolik. Di samping itu, sentimen anti-Islam juga menguat sehingga kerja sama dengan raja-raja lokal utamanya untuk memperluas pengaruh militer dan ekonomi.
Pada 26 Juni 1607, sultan Ternate meminta dukungan militer dari Kompeni untuk melawan Spanyol. Sebagai imbalannya, Kompeni boleh melakukan monopoli atas perdagangan rempah-rempah. Orang-orang Belanda juga diizinkan mendirikan benteng di wilayah Ternate. Menjelang tahun 1610, Ambon telah menjadi basis pertahanan utama bagi Belanda di Maluku.
Kesepakatan tersebut cenderung merugikan bagi Uli Siwa yang dipimpin Kesultanan Tidore. Bahkan, banyak wilayahnya dicaplok begitu saja oleh Belanda. Bagaimanapun, tidak semua elite Ternate satu suara. Mereka merasa sedang diadu domba oleh bangsa Eropa.
Banyak bangsawan lokal diam-diam menjual hasil bumi kepada orang-orang Jawa atau Bugis. Di luar istana, rakyat juga kian benci terhadap Belanda.
Pada 1619, VOC mengukuhkan Batavia (dulu Jayakarta) sebagai pusat pemerintahan di Nusantara. Di saat yang sama, Kompeni dapat memojokkan armada Inggris hingga di Pulau Run, Maluku. Tiga tahun berikutnya, gubernur jenderal VOC Jan Pieterszoon Coen membawa armada militer dalam jumlah besar dari Batavia ke Banda. Dia ingin Belanda menjadi satu-satunya dominasi Eropa di Maluku.
Pada 1674, Inggris bersedia menukar Pulau Run dengan koloni Belanda di Benua Amerika, Nieuw Amsterdam. Sekarang, wilayah tersebut lebih dikenal sebagai Manhattan, New York, di Amerika Serikat.
Kekuasaan Belanda kian kukuh di Maluku. Pada 1635, Kompeni melangsungkan sistem pelayaran Hongi (hongitochten). Dengan cara itu, para birokrat Kompeni dapat menginspeksi satu per satu pulau-pulau di Maluku.
Di beberapa titik, mereka sengaja memusnahkan ladang untuk menjaga pasokan rempah-rempah. Alasannya bila terjadi surplus, harga jual komoditas tersebut bisa jatuh drastis.
Mereka juga menumpang perahu kora-kora yang sering dikawal kapal perang VOC. Tujuan sebenarnya untuk meringkus para penyelundup rempah-rempah atau kapal-kapal musuh. Namun, senyatanya hal ini hanya membuat takut rakyat biasa.