Rabu 26 Jun 2024 20:36 WIB

Dubes Rusia di Amerika Serikat: Ekspansionisme Barat Destabilisasi Dunia

Rusia kritik sikap ekspansionis Barat

Bendera Rusia. Rusia kritik sikap ekspansionis Barat
Foto: forbes.com
Bendera Rusia. Rusia kritik sikap ekspansionis Barat

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON— Aktivitas ekspansionis yang dilakukan negara-negara Barat seperti Amerika Serikat telah menghasilkan destabilitasi pada benua Eurasia dan dunia, kata Duta Besar Rusia di Washington Anatoly Antonov pada Selasa (25/6).

"Ekspansionisme seperti itu, yang didasarkan pada kekuatan militer, sanksi ekonomi dan tekanan politik, tentu saja mengacaukan situasi di Eurasia dan dunia secara keseluruhan, memperburuk kontroversi, kontradiksi baru dan lama antara negara-negara di Kaukasus Selatan, Asia Tengah, Timur Tengah, serta kawasan Asia-Pasifik," kata Antonov dalam pernyataannya pada media Newsweek.

Baca Juga

Kepentingan Rusia dan negara-negara lain diabaikan, karena tampaknya tidak ada alternatif selain dominasi Amerika Serikat dan negara-negara satelitnya, kata Antonov.

Menurut dia, penolakan Amerika Serikat untuk secara serius mempertimbangkan inisiatif Rusia yang diperkenalkan pada akhir 2021, merupakan simbol arogansi Barat.

Padahal, lanjutnya, Rusia bermaksud untuk menghilangkan kekosongan regulasi dan kelembagaan di bidang keamanan Eurasia, serta dengan tulus mengakui gerakan menuju tatanan dunia multipolar.

Sistem masa depan harus didasarkan pada prinsip-prinsip Piagam PBB dan supremasi hukum internasional, ucap Antonov.

Penting untuk mencegah fragmentasi dan pembentukan aliansi yang berlawanan, dan pada akhirnya menghentikan munculnya konflik bersenjata skala besar, papar Antonov.

Dia mengemukakan bahwa meski mengurangi pengaruh Barat merupakan tujuan penting, Rusia tidak bermaksud membentuk koalisi baru melawan satu negara atau aliansi mana pun.

Inisiatif Rusia memerlukan “upaya besar” dan tekad politik, yang bisa memakan waktu bertahun-tahun, ujar Antonov.

Namun, umat manusia wajib melakukan upaya tersebut demi perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran ekonomi bagi generasi mendatang, tambahnya. 

Dewan Uni Eropa mengumumkan paket sanksi ke-14 yang berisi langkah pembatasan ekonomi terhadap Rusia, Senin (24/6/2024).

Menurut pernyataan resmi Dewan Uni Eropa, langkah tersebut dirancang untuk menargetkan sektor ekonomi Rusia yang bernilai tinggi, seperti energi, keuangan dan perdagangan dan menjadikannya semakin sulit untuk menghindari sanksi Uni Eropa.

Perwakilan Tinggi Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan Uni Eropa, Josep Borrell, mengatakan bahwa paket sanksi ke-14 menunjukkan kesatuan Uni Eropa dalam mendukung Ukraina.

Selain itu, paket sanksi itu juga berupaya membatasi aktivitas kriminal Rusia terhadap Ukraina, termasuk upaya menghindari tindakan Uni Eropa, kata Borrell.

“Sanksi kami telah melemahkan perekonomian Rusia secara signifikan dan menghalangi Putin mencapai rencananya untuk menghancurkan Ukraina, meskipun dia masih melanjutkan agresi ilegal yang menargetkan warga sipil dan infrastruktur sipil,” ujar Borrell.

Salah satu isi dari paket sanksi ke-14 itu adalah memberikan perlindungan untuk operator perusahaan dari negara-negara Uni Eropa.

Paket itu memungkinkan operator Uni Eropa untuk mengklaim kompensasi atas kerugian yang disebabkan oleh perusahaan-perusahaan Rusia akibat penerapan sanksi dan pengambilalihan.

Hal tersebut juga menciptakan instrumen untuk menyusun daftar perusahaan yang dilarang bertransaksi karena mencampuri arbitrase dan kompetensi pengadilan.

Dalam bidang energi, Uni Eropa akan melarang layanan pemuatan ulang LNG Rusia di wilayah Uni Eropa untuk tujuan operasi transshipment ke negara ketiga.

Hal tersebut mencakup transfer kapal-ke-kapal dan transfer kapal-ke-pantai, serta operasi pemuatan ulang, dan tidak mempengaruhi impor tetapi hanya mengekspor kembali ke negara ketiga melalui Uni Eropa.

Selain itu, Uni Eropa juga melengkapi diri mereka dengan alat tambahan untuk menindak tindakan pengelakan.

Perusahaan induk Uni Eropa akan diminta untuk melakukan upaya terbaik mereka untuk memastikan bahwa anak perusahaan mereka di negara ketiga tidak mengambil bagian dalam kegiatan apa pun yang mengakibatkan dampak yang ingin dicegah oleh sanksi tersebut.

Diputuskan juga bahwa operator Uni Eropa yang menjual barang-barang perang tersebut ke negara-negara ketiga perlu menerapkan mekanisme uji tuntas yang mampu mengidentifikasi dan menilai risiko re-ekspor ke Rusia dan melakukan mitigasi.

Operator Uni Eropa yang mentransfer pengetahuan industri untuk produksi barang medan perang ke mitra komersial negara ketiga harus memasukkan ketentuan kontrak untuk memastikan bahwa pengetahuan tersebut tidak akan digunakan untuk barang yang ditujukan ke Rusia.

photo
Negara-negara yang bersekutu dengan Ukraina dan Rusia. - (Tim Infografis Republika.co.id)

 

sumber : Antara

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement