REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Israel telah membunuh anggota keluarga pemimpin Hamas Ismail Haniyeh dalam serangan ke Gaza pada awal pekan ini. Namun serangan itu tidak menyurutkan nyali Haniyeh. Ia akan terus berjuang membela Palestina.
Ketua Politbiro Hamas Ismail Haniyeh mengatakan pada Selasa (25/6/2024), jika Israel berpikir menyakiti anggota keluarga akan mengubah sikapnya dalam perlawanan terhadap pendudukan maka mereka salah. "Itu adalah delusi,” ujarnya menegaskan.
Haniyeh menambahkan, setiap orang yang terbunuh di Jalur Gaza sudah seperti anggota keluarga baginya.
Mengenai perundingan gencatan senjata dan pembebasan sandera, Haniyeh mengatakan bahwa Hamas telah menunjukkan fleksibilitasnya.
Hamas menyetujui semua usulan gencatan senjata dengan syarat perang berakhir dan tantara Israel menarik diri dari Jalur Gaza. "Kami berpegang pada prinsip kami , dan perjanjian apa pun harus mencakup gencatan senjata penuh," ujarnya.
Setidaknya 21 warga Palestina tewas dalam serangan Israel di Jalur Gaza pada Senin (24/6/2024) malam, termasuk dua serangan fatal terhadap tempat penampungan Unrwa di Kota Gaza.
Selain itu, Israel juga menyerang terhadap sekolah Asmaa di kamp pengungsi Shati menewaskan sepuluh orang. Dalam serangan itu dilaporkan adik perempuan dan anggota keluarga pemimpin politik Hamas Ismail Haniyeh ikut terbunuh.
Serangan itu terjadi ketika Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant berada di AS, bertemu dengan para pejabat tinggi Amerika buat membahas langkah selanjutnya dalam perang di Gaza dan eskalasi dengan Hizbullah di Lebanon.
Gallant dilaporkan sedang mencoba untuk 'menyelesaikan perbedaan' antara AS dan Israel saat ini. Gallant mengatakan kepada Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken bahwa ini adalah cara Israel mencapai tujuan dan melemahkan musuh.
Blinken tampaknya menekan Israel mengenai masalah bantuan di Gaza. Israel diminta mengambil langkah-langkah tambahan untuk melindungi pekerja kemanusiaan di Gaza dan memberikan bantuan ke seluruh Gaza dalam koordinasi penuh dengan PBB.
Blinken juga memperingatkan eskalasi yang lebih luas di Lebanon. Ia menggarisbawahi pentingnya menghindari eskalasi konflik lebih lanjut dan mencapai resolusi diplomatik yang memungkinkan keluarga Israel dan Lebanon untuk kembali ke rumah mereka.
Terlepas dari pernyataan publik ini, Axios melaporkan bahwa utusan kepresidenan AS, Amos Hochstein, mengatakan kepada para pejabat Lebanon pekan lalu bahwa Washington tidak akan bisa menghentikan Israel menginvasi Lebanon jika Hizbullah melakukan hal sama.