Amerika Serikat mendesak Israel untuk memperbaiki kondisi tersebut. AS memperingatkan bahwa memutus jalur perbankan akan berdampak buruk pada perekonomian Tepi Barat. "Saya yakin hal ini akan menciptakan krisis kemanusiaan jika bank-bank Palestina diputus dari korespondensi Israel," ujar Menteri Keuangan AS Janet Yellen bulan lalu.
Pemerintah negara-negara Barat khawatir kebijakan ekonomi Israel dapat mengganggu stabilitas Tepi Barat. "Sistem perbankan bisa runtuh dan Otoritas Palestina juga bisa runtuh. PA berada dalam krisis keuangan dan bisa runtuh sebelum Agustus,” kata seorang sumber diplomatik Eropa di Yerusalem yang tidak mau disebutkan namanya.
Para pengusaha Palestina mengatakan keuntungan mereka terdampak sejak 7 Oktober. Pemilik perusahaan plastik, Imad Rabah, mengatakan laba bersihnya turun 50 persen dalam setahun. Musa Shamieh, pemilik perusahaan pakaian perempuan mengatakan, kebijakan Israel dirancang untuk mendorong warga Palestina meninggalkan Tepi Barat.
"Mereka ingin kami meninggalkan tanah kami dan mereka tahu akan sulit bagi kami untuk tetap tinggal jika kami tidak bisa berbisnis," ujar Shamieh.
Kebijakan ekonomi Israel yang keras pada akhirnya dapat mendorong para pembuat kebijakan Palestina untuk melakukan perubahan besar-besaran pada sistem moneter. Ada plan b, dalam hal hubungan dagang. Yousef Daoud, seorang profesor di Universitas Birzeit di Tepi Barat, mengatakan bahwa wilayah tersebut dapat menggantikan syikal sebagai mata uang de facto dan mendukung alternatif digital.