Sabtu 15 Jun 2024 17:12 WIB

Mantan Wakapolri: Penyidik KPK Bisa Dipidana karena Sita Barang Sekjen PDIP

Oegroseno menyatakan Kompol Rossa telah melanggar Pasal 363 KUHP.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto tiba untuk memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (10/6/2024). KPK melakukan oemanggilan terhadap Hasto Kristiyanto untuk dimintai keterangannya sebagai saksi dalam kasus dugaan suap penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 dengan tersangka Harun Masiku.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto tiba untuk memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (10/6/2024). KPK melakukan oemanggilan terhadap Hasto Kristiyanto untuk dimintai keterangannya sebagai saksi dalam kasus dugaan suap penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 dengan tersangka Harun Masiku.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Wakapolri Komjen (purn) Oegroseno menilai penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kompol Rossa Purbo Bekti bisa dijerat pidana dan diproses etik. Sebab, ia mengambil ponsel dan dokumen PDI Perjuangan dari Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang berstatus sebagai saksi.

Oegroseno, mantan Kadiv Propam Polri, juga menyatakan dirinya pernah menjatuhkan sanksi etik berat terhadap anggota kepolisian yang terbukti menjebak seseorang yang masih berstatus saksi.

Baca Juga

"Jadi, sebetulnya kejadian seperti ini pernah terjadi pada 2009. Itu seorang saksi diperiksa kemudian diperiksanya di tempat yang bukan semestinya, harusnya kan diperiksa di tempat yang sudah dijelaskan, ya," kata Oegroseno dalam keterangannya pada Sabtu (15/7/2024).

Oegroseno menyampaikan, saksi sebenarnya bisa mengajukan tempat pemeriksaan kepada aparat penegak hukum. Saksi juga berhak menolak tempat yang diajukan saksi apabila merasa lokasi tidak aman.

 

"Saksi juga tidak boleh digeledah, dulu terjadi 2009 itu, juga digeledah seolah ditemukan narkoba di situ," kata Oegroseno.

Waktu itu, lanjut Oegroseno, ia menjabat sebagai Kadiv Propam. Anggota kepolisian yang melakukan itu lalu diproses pelanggaran etika berat.

"Nah, sekarang kalau misalnya seorang saksi digeledah seperti kemarin Hasto, sekarang yang dicari apa dari saksi ini? Keterangan saksi, kan? Kenapa harus disita barangnya, digeledah? Iini kan tidak ada aturannya seperti itu. Terus yang diambil barang-barang yang berharga, ini kan sama dengan kejahatan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum," kata Oegroseno.

Oegroseno menyatakan Kompol Rossa telah melanggar Pasal 363 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).

"Saya katakan sama dengan pencurian dengan kekerasan," ujarnya.

Purnawirawan jenderal bintang tiga Polri itu menambahkan aparat penegak hukum bahkan tidak boleh sewenang-wenang melakukan penyitaan terhadap seseorang yang berstatus sebagai tersangka. Penyitaan hanya boleh dilakukan dengan aturan yang ketat dan barang yang disita terlibat langsung dengan kejahatan yang dilakukan tersangka.

"Waktu saya ikut pendidikan di Amerika Serikat saja, itu ada tentang masalah kepropaman. Jadi, pada saat polisi menggeledah tersangka di rumahnya, kemudian polisi itu membaca hape istri tersangka, itu pelanggaran profesi berat dan polisi itu diberhentikan. Bagi saya kalau KPK mengambil langkah-langkah seperti itu apakah di UU juga diatur, UU KPK loh, ya. Tetapi kalau di hukum acara pidana itu saya rasa enggak ada. Kalau ada UU khusus ya silakan, tetapi itu UU-nya yang salah menurut saya dan harus diperbaiki," ujar Oegroseno.

Oegroseno menegaskan...

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement