Senin 03 Jun 2024 05:58 WIB

Iran Bakal Punya Presiden Perempuan?

Zohreh Elahian mendftarkan diri sebagai calon presiden pada Sabtu lalu.

Mantan anggota parlemen Iran Zohreh Elahian saat mendaftarkan namanya sebagai calon presiden di Kementerian Dalam Negeri, di Teheran, Iran, Sabtu, 1 Juni 2024.
Foto: EPA-EFE/ABEDIN TAHERKENAREH
Mantan anggota parlemen Iran Zohreh Elahian saat mendaftarkan namanya sebagai calon presiden di Kementerian Dalam Negeri, di Teheran, Iran, Sabtu, 1 Juni 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN – Iran mulai bersiap melakukan pemilihan presiden baru menyusul Kecelakaan helikopter yang menewaskan Presiden Iran Ebrahim Raisi bulan lalu. Seorang mantan anggota parlemen, Zohreh Elahian telah mendaftar untuk mencalonkan diri dan berpotensi menjadi perempuan pertama yang diizinkan mencalonkan diri jika disetujui oleh Wilayatul Faqih, dewan ulama tertinggi Iran.

Zohreh Elahian (57 tahun) adalah seorang dokter dan mantan anggota Komite Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri di parlemen. Dia terpilih menjadi anggota parlemen dua kali dari kelompok konservatif. 

Baca Juga

Iran International melansir, dalam pidatonya setelah pendaftaran, Elahian menyatakan motonya: “Pemerintahan yang sehat, ekonomi yang sehat, masyarakat yang sehat.” Ia juga berjanji untuk memberantas korupsi. Pilpres dadakan di Iran akan digelar pada 28 Juni nanti.

Seperti kelompok konservatif lainnya, Elahian mendukung aturan wajib berhijab. Pada Maret lalu, Kanada menjatuhkan sanksi terhadapnya karena mendukung hukuman mati bagi pengunjuk rasa yang terlibat dalam gerakan “Perempuan, Kehidupan, Kebebasan”. Pencalonannya terjadi setelah berbulan-bulan pemerintah menerapkan kebijakan dan tindakan keras terhadap perempuan yang menentang wajib berhijab.

 

Kualifikasi Elahian untuk mencalonkan diri bergantung pada interpretasi Wilayatul Faqih terhadap pasal kontroversial dalam Konstitusi. Dewan itu secara historis telah mendiskualifikasi kandidat perempuan. Diskualifikasi ini didasarkan pada Pasal 115, yang menetapkan bahwa calon harus berasal dari kalangan politik atau agama dan merupakan "rijal" (bentuk jamak dari "rajul"), sebuah kata benda Arab maskulin yang berarti "laki-laki".

Namun, sebagian ahli konstitusi dan politisi mengartikan "rijal" sebagai "tokoh" atau "orang" tanpa memandang gender, dan bukan hanya berarti "laki-laki".

Azam Taleghani, seorang politisi perempuan dan jurnalis reformis veteran, mendaftar untuk mencalonkan diri dalam setiap pemilihan presiden dari tahun 1997 hingga kematiannya pada tahun 2019. Meskipun digambarkan sebagai “feminis Islam,” Taleghani selalu ditolak oleh Dewan Wali.

Pada 2009, Presiden Mahmoud Ahmadinejad yang populis mengusulkan Elahian sebagai menteri kesejahteraan dan jaminan sosial. Namun, dia menolak pencalonan tersebut, dengan alasan adanya penolakan dari ulama senior Syiah terhadap perempuan yang menjabat sebagai menteri.

Calon perempuan Ahmadinejad lainnya, Marzieh Vahid-Dastjerdi, seorang dokter dan mantan anggota parlemen konservatif, disetujui oleh parlemen sebagai Menteri Kesehatan, menjadikannya menteri perempuan pertama dan satu-satunya dalam sejarah Republik Islam.

Beberapa tokoh politik lain mendaftar untuk mencalonkan diri pada Sabtu. Diantaranya Wali Kota Teheran Alireza Zakani, anggota parlemen reformis Masoud Pezeshkian, dan Vahid Haghanian yang merupakan anggota kantor Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei.

Pendaftaran Haghanian, yang dijuluki oleh pengguna media sosial sebagai “kejutan terbesar” dari pendaftaran pemilu, dan motifnya telah membingungkan para pengamat. Seperti Elahian, banyak yang yakin tidak ada peluang dia memenuhi syarat untuk mencalonkan diri. 

Presiden Iran Ebrahim Raisi, seorang konservatif yang dipandang sebagai calon penerus Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, gugur ketika helikopternya jatuh dalam cuaca buruk di pegunungan dekat perbatasan Azerbaijan, pada19 Mei 2024 lalu. Menteri Luar Negeri Hossein Amirabdollahian dan enam penumpang serta awak lainnya juga gugur dalam kecelakaan tersebut. Seturut konstitusi Iran, pemilihan presiden harus dilakukan segera untuk menentukan pengganti Raisi. 

Perpolitikan Iran belakangan jadi sorotan karena sejumlah peristiwa. Pemerintahan di Teheran kerap dicecar negara-negara Barat sehubungan tindakan kerasnya terhadap anak-anak muda yang menuntut pelonggaran aturan yang disebut pemerintah berlandaskan Islam. Aksi-aksi unjuk rasa menuntut reformasi digelar sejak 2022 lalu menyusul meninggalnya Mahsa Amini, seorang perempuan yang ditahan oleh Polisi Moral akibat tak berjilbab.

Serangan Israel ke Gaza juga jadi faktor lain dalam perpolitikan Iran belakangan. Iran diketahui mendukung sejumlah kelompok di regional yang saat ini aktif melakukan tekanan militer agar Israel menarik diri dari Gaza. Dukungan ini membuat Iran dan Israel juga terlibat baku serang. 

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement