Jumat 31 May 2024 09:32 WIB

Jenderal Mesir Pro Palestina Buat Direktur CIA Geram, Perundingan dengan Israel Gagal

Hamas menarik partisipasi dari perundingan hingga Israel keluar dari Rafah.

Warga Palestina mengungsi dari kota Rafah di Gaza selatan selama serangan darat dan udara Israel di kota itu pada Selasa, (28/5/2024)
Foto: EPA-EFE/HAITHAM IMAD
Warga Palestina mengungsi dari kota Rafah di Gaza selatan selama serangan darat dan udara Israel di kota itu pada Selasa, (28/5/2024)

REPUBLIKA.CO.ID,  GAZA -- Negosiasi antara Hamas dan Israel berakhir dengan kegagalan. Negosiasi ini diketahui ikut melibatkan Badan Intelijen Amerika Serikat (CIA). 

Direktur CIA William Burns dilaporkan telah mengkaji proposal gencatan senjata yang disetujui Hamas pada bulan ini, sebelum diajukan ke pejabat Israel.  Demikian  disampaikan petinggi intelijen Mesir kepada Middle East Eye

Baca Juga

Namun menariknya ada kontroversi di balik pengajuan proposal tersebut. Pekan lalu, CNN melaporkan intelijen Mesir telah secara diam-diam mengubah kalimat di dalam proposal. 

Hal ini mengejutkan negosiator dan membuat Israel menolak kesepakatan itu. Berdasarkan tiga sumber CNN, proposal yang telah disetujui oleh Hamas pada 6 Mei ternyata berbeda dengan versi awal yang dibuat oleh tim mediasi dari Qatar atau Amerika. 

 

Menurut sumber, perubahan itu dilakukan oleh Mayor Jenderal Ahmed Abdel Khalek, wakil kepala Badan Intelijen Umum Mesir. Burn dilaporkan geram dengan perubahan tersebut dan merasa malu. Sumber CNN mengatakan, Burn nyaris saja meluapkan kemarahannya itu.

Namun sumber lain dari intelijen Mesir mengatakan kepada MEE, Burns sebenarnya adalah satu di antara mediator yang mengkaji draf tersebut sebelum dikirim ke Israel.  CIA tidak bisa dikomentari terkait dengan persetujuan tersebut. 

Belakangan, satu frasa 'ketenangan berkelanjutan' membuat negosiasi menjadi alot. Negosiator Palestina bertanya-tanya soal definisi tersebut. Sumber menyatakan, pertanyaan negosiator Palestina, termasuk yang dikirim ke Israel. 

"Pengumuman terlebih dahulu mengenai penerimaan Hamas terhadap proposal tersebut memberikan tekanan pada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang kemudian menolak kesepakatan tersebut," kata mereka.  

Proposal yang diterima oleh Hamas dan telah dipublish MEE  terdiri dari tiga tahap yang masing-masing berdurasi enam minggu dan akan mengarah pada gencatan senjata permanen, penarikan penuh pasukan Israel dari Jalur Gaza, dan diakhirinya pengepungan. 

Perjanjian ini juga mencakup pembebasan seluruh tawanan Israel yang ditahan di Gaza dengan imbalan sejumlah tahanan Palestina yang akan disepakati pada tahap selanjutnya.

Sosok jenderal Mesir

Satu sosok yang dianggap berperan penting dari perubahan proposal yang disetujui Hamas itu adalah Abdel Khalek.

Ia merupakan orang lapisan kedua di Badan Intelijen Mesir yang juga seorang veteran di divisi Palestina di badan tersebut.  Ia dikenal karena hubungan dekatnya dengan faksi-faksi Palestina di Gaza. 

Dia menjadi terkenal pada 2011 sebagai salah satu mediator utama yang bekerja pada kesepakatan pertukaran tahanan Palestina dengan tentara Israel yang ditangkap, Gilad Shalit.

Sumber yang mengetahui pertukaran tersebut mengatakan perjanjian tersebut telah ditangguhkan selama enam bulan karena Israel menolak pembebasan Yahya Sinwar, kepala kantor Hamas saat ini di Gaza.

Tapi akhirnya, di bawah tekanan Mesir, Sinwar dibebaskan dan kesepakatan selesai.

Terlepas dari keterlibatan penting Abdel Khalek, dua sumber intelijen mengatakan bahwa ia telah beberapa kali dikeluarkan dari penanganan masalah Palestina sejak  2011. Ia dikeluarkan karena tekanan dari intelijen militer, yang bersaing dengan Badan Intelijen Umum untuk mendapatkan pengaruh. 

Abdul Khalek diketahui membantu menengahi gencatan senjata selama serangan Israel di Gaza pada  2021 dan telah terlibat setelah serangan pimpinan Hamas pada tanggal 7 Oktober 2023 dan serangan Israel berikutnya di Gaza.

Sumber-sumber intelijen Mesir menduga bahwa bocornya nama Abdel Khalek, mungkin merupakan upaya untuk sekali lagi mengecualikannya dari perundingan. 

 

Sebuah sumber yang dekat dengan Hamas, yang mengetahui perundingan gencatan senjata, mengatakan kepada MEE awal pekan ini bahwa informasi yang disampaikan oleh sumber tersebut kepada CNN adalah 'tidak masuk akal'.

“Itu tidak realistis,” kata sumber yang enggan disebutkan namanya itu.

“Tidak dapat dibayangkan bahwa orang Mesir akan melakukan (perubahan) seperti itu.”

Sumber tersebut mengatakan klaim tersebut merupakan upaya untuk membenarkan penolakan Israel terhadap perjanjian gencatan senjata dan invasi selanjutnya ke Rafah.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement