REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Universitas Pelita Harapan (UPH) kembali mengukuhkan guru besar. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UPH Edwin Martua Bangun Tambunan menjadi guru besar ke-34 di UPH melalui penelitian terkait pentingnya sensitivitas konflik untuk mewujudkan dan merawat perdamaian.
“Sensitivitas konflik adalah pendekatan dari organisasi untuk memastikan bahwa respons atau intervensi yang dilakukan jangan sampai secara tidak sengaja berkontribusi terhadap konflik,” kata Edwin dalam siaran pers, Rabu (22/5/2024).
Sebaliknya, kata dia, dengan adanya sensitivitas konflik, justru harus semakin memperkuat inklusi, partisipasi, dan rasa kepemilikan. Adapun respons atau intervensi yang dia maksud tersebut dapat berupa inisiatif, kebijakan, program, proyek, atau tindakan.
Menurut dia, upaya itu perlu dilakukan di berbagai bidang kehidupan, terutama untuk mencegah efek destruktif yang ditimbulkan akibat konflik yang terjadi antar organisasi atau negara tertentu. Misalnya, seperti kejadian perang antara Rusia dan Ukraina atau perang antara Hamas dan Israel yang terjadi baru-baru ini.
Melalui paparan orasi ilmiahnya, Edwin turut menegaskan, sensitivitas konflik adalah sebuah pendekatan yang berkeadilan. Untuk itu, analisis yang dilakukan harus cermat mengungkap berbagai kesenjangan, ketimpangan, ketidakadilan, dan pelanggaran yang tengah terjadi.
“Dengan informasi yang diperoleh diharapkan inisiatif, kebijakan, maupun program yang dirancang akan meminimalkan konflik yang ada,” terang Edwin.
Dia menjelaskan, ada tiga cara penerapan sensitivitas konflik yang dapat dilakukan dalam suatu organisasi. Pertama, dengan membiasakan organisasi untuk melaksanakan analisis konflik dan memperbaruinya secara berkala.
Kedua, dengan menghubungkan analisis konflik dan siklus pemrograman intervensi. Ketiga, dengan merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi intervensi merujuk pada hasil analisis konflik, termasuk mendesain ulang bila diperlukan.
“Di antara ketiganya itu, analisis konflik adalah komponen utama dalam pengembangan sensitivitas konflik. Kegiatan ini menjadi landasan untuk penyusunan program yang sensitif terhadap konflik, khususnya dalam hal pemahaman tentang interaksi antara intervensi dan konteksnya,” jelas dia.
Melalui penelitiannya, Edwin berharap manfaat dari sensitivitas konflik dapat diterapkan secara relevan dan penerapannya diperluas termasuk ke dalam ranah kebijakan publik dan dunia usaha. Ia menegaskan, penerapan secara cermat dan tepat dapat mencegah terjadinya risiko, meminimalkan risiko, dan mitigasi risiko terjadinya konflik atau kekerasan.
“Selain itu, juga akan membentuk persepsi positif atas kebijakan, program, proyek, atau inisiatif yang dilaksanakan, serta memperkuat citra dan reputasi positif dari organisasi maupun pejabatnya,” jelas dia.
Edwin kini telah menjadi Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Keamanan dan Perdamaian. Seremoni pengukuhan diadakan pada 29 April 2024 lalu di UPH Kampus Lippo Village, Tangerang. Pengangkatan dilakukan berdasarkan Surat Keputusan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tertanggal 1 Desember 2023.