Selasa 14 May 2024 12:34 WIB

Dukung Pembentukan Presidential Club, Tapi Ketum GIM Pesimistis Terwujud

Menurut Heikal, hubungan Megawati dengan SBY dan Jokowi saat ini rumit.

Menhan Prabowo Subianto bersama Presiden Jokowi dan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Foto: Dok Kemenhan
Menhan Prabowo Subianto bersama Presiden Jokowi dan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Gerakan Indonesia Mandiri (Ketum GIM) Heikal Safar SH menyampaikan dukungan atas munculnya ide tentang pembentukan Presidential Club yang digagas oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto. Menurut dia, ide Prabowo tentu bertujuan untuk menjadikan Indonesia negara maju dan rakyatnya sejahtera. 

Heikal menganggap, niatan pembentukan Presidential Club untuk merealisasikan berbagai gagasan besar dan ide cemerlang dari tiga mantan presidan, termasuk Prabowo sendiri ketika nanti menjadi presiden ke-8 RI. Dengan adanya Klub Presiden maka mereka dapat menggelar pertemuan yang masif, konstruktif, dan inovatif membahas masalah negara dan rakyat.

Heikal menyebut, kemampuan, kapasitas, dan pengalaman besar seorang mantan presiden tidak bisa dipandang sebelah mata. Mereka tentu sangat mampu memberikan saran dan kritik yang konstruktif kepada RI 1 yang sedang menjabat untuk menjadikan Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi negara maju dan sejahtera sehingga diperhitungkan dunia internasional.

"Apalagi dibentuknya Klub Presiden tersebut bukan dimaksudkan sebagai institusi formal, melainkan ingin meniru The President’s Club Amerika. Sehingga insya Allah silaturahim para presiden akan terjalin dengan sebaik-baiknya," ucap Heikal kepada sejumlah awak media di Jakarta, Selasa (14/5/2024).

Dia menjelaskan, tentunya publik Indonesia telah mengetahui bagaimana rumitnya mengurai ketegangan politik di antara ketiga mantan presiden. Terutama, hubungan antara Megawati Soekarnoputri dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) maupun Megawati dengan Joko Widodo (Jokowi). Melihat realitas politik saat ini, Heikal pesimistis gagasan Prabowo tersebut dapat terwujud.

"Tentunya publik pun melihatnya masih pesimis. Lantaran Megawati dengan SBY saja sudah 20 tahun tidak akur, apalagi dengan Pak Jokowi, itu bisa dikali dua, bisa 50 tahun. Secara psikologi politik, ada tembok tebal yang memisahkan mereka, sulit disatukan," ujar Heikal.

Dia menyebut, sebagai titik akhir perjuangan menuju pelantikan presiden dan wakil presiden periode 2024-2029, Prabowo-Gibran suka atau tidak suka untuk mendapatkan kepercayaan atau legitimasi dari berbagai elite parpol maupun tokoh elemen masyarakat. Hal itu agar jika pada akhirnya Presidential Club bisa terealisasi maka yang diuntungkan bukan Prabowo, melainkan seluruh rakyat Indonesia. 

"Di saat presiden dan mantan presiden Republik Indonesia bersatu dengan adanya Klub Presiden, maka perpolitikan nasional serta rekonsiliasi di tengah masyarakat Indonesia mudah terwujudkan dengan baik. Bisa kita bayangkan dahsyatnya kalau mereka bersatu bukan?" kata Heikal. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement