Selasa 09 Apr 2024 02:16 WIB

Ombudsman Soroti Pelayanan di Pelabuhan Ciwandan Banten Selama Arus Mudik

Ombudsman mendapati kurangnya pengamanan di sepanjang dermaga.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Agus raharjo
Antrean kendaraan yang akan memasuki kapal ferry di Pelabuhan Merak, Cilegon, Banten, Ahad (7/4/2024). H-3 Lebaran 2024 Pelabuhan Merak masih ramai dari pemudik mobil yang menanti sejak dini hari untuk menaiki kapal Ferry yang akan mengantarkannya ke Pelabuhan Bakauheni, Lampung. Meskipun tiket keberangkatan di Pelabuhan Merak sudah habis terjual para pemudik mobil tetap dapat melakukan keberangkatan yang dialihkan melalui Pelabuhan Ciwandan.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Antrean kendaraan yang akan memasuki kapal ferry di Pelabuhan Merak, Cilegon, Banten, Ahad (7/4/2024). H-3 Lebaran 2024 Pelabuhan Merak masih ramai dari pemudik mobil yang menanti sejak dini hari untuk menaiki kapal Ferry yang akan mengantarkannya ke Pelabuhan Bakauheni, Lampung. Meskipun tiket keberangkatan di Pelabuhan Merak sudah habis terjual para pemudik mobil tetap dapat melakukan keberangkatan yang dialihkan melalui Pelabuhan Ciwandan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Banten telah melakukan pemantauan langsung pelaksanaan mudik di Pelabuhan Ciwandan, Banten, pada 6-7 April 2024. Dari hasil pemantauan itu, terdapat sejumlah temuan yang menjadi sorotan Ombudsman terhadap pelayanan di pelabuhan yang menjadi tempat untuk menyeberang ke Pulau Sumatra itu.

Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Banten Fadli Afriadi mengatakan, pihaknya menerima banyak keluhan masyarakat diantaranya terkait terkendalanya pembelian tiket secara daring melalui aplikasi Ferizy. Alhasil, pemudik sebagian mau tak mau membeli tiket melalui calo yang ada di sepanjang jalan menuju Pelabuhan Ciwandan. 

Baca Juga

"Pemudik membeli tiket dari jasa penjual tiket dengan harga Rp 90 ribu, sedangkan bila melalui online harganya hanya Rp 62 ribu. Jadi ada selisih Rp 28 ribu," kata dia melalui siaran pers, Senin (8/4/2024).

Selain itu, pemudik juga mengeluhkan masalah jadwal keberangkatan kapal di Pelabuhan Ciwandan. Pasalnya, pemudik harus menunggu berjam-jam hingga kapal berangkat.

Fadli mengakui, di dalam pelabuhan itu sudah terdapat buffer zone dengan dilengkapi tenda untuk beteduh. Namun, tenda itu hanya berkapasitas untuk 2.000 pemotor. Sedangkan pemudik yang datang melebihi jauh di atas itu, sehingga antrean di sepanjang halaman pelabuhan tanpa dilengkapi dengan tenda pelindung dari teriknya matahari maupun hujan.

Selain itu, Ombudsman juga mendapati kurangnya pengamanan di sepanjang dermaga lantaran tidak ada pagar pengaman. Hal itu dinilai cukup membahayakan untuk para pemudik. 

Fadli mengatakan, dalam pemantauan itu Ombudsman meminta keterangan PT Pelindo sebagai pengelola Pelabuhan Ciwandan. Perusahaan itu berkilah bahwa mereka hanya menyediakan lahan dan dermaga, sementara urusan fasilitas dan sistem pembelian tiket merupakan kewenangan dari ASDP.

"Apa yang terjadi pada musim mudik tahun ini, harus jadi bahan evaluasi para pihak yang berwenang apakah Pelabuhan Ciwnadan ini akan dimanfaatkan untuk arus mudik kembali. Karena jika dikaitkan dengan pelayanan publik, yang terjadi saat ini jauh dari prima," ujar dia.

Menurut dia, apabila tahun depan Pelabuhan Ciwandan akan kembali difungsikan untuk pemudik, pengelola harus benar-benar meningkatkan pelayanan. Ia menegaskan, masyarakat harus dipastikan mendapatkan haknya dengan baik. 

“Saran kami, koordinasi antar semua pihak harus lebih ditingkatkan, dan ASDP perlu melakukan perbaikan dari segala sisi," ujar Fadli.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement